FF/ BTS 7 SOUL/ BTS-BANGTAN/ pt. 17


11902518_869875126416742_4665585678208730251_n

Tittle : BTS 7 Soul

Author : Lingkyu88

Lenght : Chapter

Language : Indonesia

Genre : Romance, Friendship, Rate Mature, NC -17

Main Cast :
Boys :
– Park Jimin
– Kim Taehyung
– Jeon Jungkook
– Kim Seokjin
– Min Yoongi
– Jung Hoseok
– Kim Namjoon

Girl :
– Kim Eunjin
– Kwon Minyoung
– Lee Namjung
– Han Ara
– Shin Sang Eun
– Choi Hyena
– Oh Yeonkyung

Other Cast :
– Goo Junhoe
– Max Changmin
– Oh Hayoung
– Park Eunsol
– Yoon Bomi

Cover by :
Cover Story Fanfiction Korea

Disclaimer :
BTS members are not mine but this fanfic is pure my imagination. I give this fanfic mature rating cuz there will be parts that contains with sex, harrasment, blood, & drugs. Please don’t be silent readers and plagiator. So ignore typos, enjoy the story! Thanks~~ ♥♥♥


 

[CHAPTER 17 : THE GAME HAS STARTED]

 

-Han Ara POV-

“June, bisakah kau lebih cepat?” Ujarku panik pada June yang tengah sibuk menyetir. Aku duduk di jok belakang sambil merangkul Taehyung yang sedari tadi mengoceh tidak karuan akibat mabuk.

Aku mendengar June mendesis. Aku tahu dia mungkin cemburu, tapi jujur saja aku tidak memiliki perasaan apa-apa selain hormat karena dia sudah memberiku tempat tinggal yang jauh lebih baik dan juga pekerjaan sambilan.

Tiba-tiba aku merasakan nafas hangat Taehyung menggelitik leherku. Tubuhku menjadi kaku dan tidak bergeming tatkala bibirnya menempel di collarbone-ku. Aku rasa aku merindukannya. Aku merindukan sentuhannya.

“Rose…,” bisiknya lirih sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

Rose. Di saat aku merindukannya, kenapa nama pelacur itu yang disebutkan olehnya? Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Mungkin June benar. Aku harus belajar melupakannya.

Mobil June berhenti di depan sebuah rumah megah. Rumah Taehyung. Aku membuka pintu mobil June dan merangkul lengan Taehyung.

“June, bantu aku,” ujarku pada June. Tapi dia tampak tidak bergeming dari tempatnya duduk.

“June?” Panggilku sekali lagi.

June menghempaskan nafasnya berat. “Maaf, Ara. Aku tidak bisa.”

“A- aku tahu kalian memiliki masalah pribadi yang aku tidak tahu. Tapi tolong… June…,” aku memohon padanya.

June menggeleng. Hal itu membuatku kesal. Aku keluar dari mobil June kemudian menarik lengan Taehyung dan membawanya menjauh dari mobil June. Ugh, dengan kondisi setengah sadar saja Taehyung begitu berat.

Sesampai tepat di depan rumah Taehyung, aku mengetuk pintu rumah megah bercat dominasi warna peach itu. Taehyung kembali mengoceh tidak karuan. Membuatku semakin kesulitan memeganginya.

Setelah berkali-kali mengetuk akhirnya ada orang yang membukakan pintu rumah Taehyung.

“Tuan Muda!” Seru orang itu, yang tak lain adalah pembantu di rumah Taehyung.

“Bibi, tolong aku bawa Taehyung ke kamarnya!” Ujarku padanya. Wanita paruh baya itu menurut dan membantuku membawa Taehyung ke kamarnya.

Aku dan pembantu Taehyung membaringkan tubuh Taehyung di tempat tidurnya. Dia sudah tidak mengoceh lagi, tapi masih bergumam tidak jelas.

“Bibi, bisakah kau membantuku membuatkan teh hangat untuknya?” Tanyaku. Pembantu itu mengangguk kemudian meninggalkan kamar Taehyung.

Dengan perlahan aku membukakan sepatu dan kaos kaki Taehyung. Aku mencarikan pakaian tidur di lemarinya. Dengan sabar aku membuka pakaiannya dan menggantinya dengan pakaian tidur.

Aku duduk di tepian tempat tidurnya. Kutatap wajah tampannya yang tampak kelelahan. Terkadang aku kesal oleh tingkahnya yang seenaknya. Tapi aku tidak bisa membencinya. Bagaimanapun aku sudah cukup lama menyimpan perasaan suka padanya.

Pintu kamar Taehyung terbuka. Aku melihat pembantu Taehyung membawakan segelas teh.

“Nona, ini tehnya,” ujarnya. Aku menerimanya kemudian meletakkannya di nakas.

“Terimakasih, Bibi.”

Pembantu itu mengangguk. Aku membantu Taehyung mengangkat tubuhnya.

“Taehyung… minum teh hangat ini ya agar badanmu jauh lebih baik,” ujarku sembari mendekatkan gelas teh tersebut ke bibir Taehyung.

Taehyung diam saja. Alih-alih meminum teh itu, dia hanya menatapku. Jantungku mulai berdegub kencang. Aku tahu dia dalam kondisi setengah sadar saat ini tapi… tatapan matanya benar-benar mengganggu perasaanku.

Aku tersenyum tipis. “Taehyung, ayo minum,” kataku lagi.

Kali ini Taehyung menurut. Tanpa mengalihkan pandangannya dariku, dia meminum air teh hangat yang kupegang. Aku kembali meletakkan air teh hangat itu di atas nakas. Setelah itu aku membenarkan posisi tidurnya. Aku menarik selimutnya dan menutup tubuhnya hingga dadanya.

“Selamat malam, Taehyung. Aku pulang dulu,” aku membungkuk kemudian membalik arah untuk berjalan menuju pintu.

“Ara…”

Langkahku terhenti. Apa Taehyung memanggilku barusan? Ah, mungkin halusinasiku saja. Bukankah dia hanya teringat Rose?

Aku kembali melangkahkan kakiku.

“Ara…”

Langkahku kembali terhenti. Aku tidak sedang berhalusinasi ‘kan? Taehyung benar-benar memanggilku ‘kan?

“Ara… jangan pergi…”

Aku membalik tubuhku. Kulihat Taehyung yang tengah menatapku lemah.

“Jangan pergi…,” ujarnya lirih.

Bisa kurasakan butiran hangat di pelupuk mataku. Taehyung memangilku!

Perlahan aku kembali mendekati tempat tidurnya dan berjongkok di sampingnya. Tangan besarnya meraih tanganku dan meletakkannya di dadanya.

“Jangan pergi… Ara…,” katanya lirih.

Dadaku bergemuruh. Emosiku memuncak. Butiran bening yang menghiasi mataku kini mulai luruh. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku.

“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, Taehyung. Seburuk apapun sikapmu padaku. Aku selalu percaya kau memiliki sisi baik yang tidak kau akui. Aku janji, aku akan tetap di sisimu dan bersabar menunggu saat itu tiba,” kataku lirih.

Tidak ada jawaban dari Taehyung. Dia hanya diam memandangiku.

Percayalah, Taehyung, kau satu-satunya orang yang memegang kunci pintu hatiku. Dan tidak akan kuijinkan orang lain membukanya sekalipun itu June.

-Han Ara POV End-

—000—

-Author POV-

Hoseok membuka kedua matanya. Kepalanya terasa pusing. Dia berniat memegang kepalanya tapi tangannya terasa berat. Dia melihat seseorang tertidur di tepi ranjang sembari memegangi tangan kanannya.

Hoseok tersenyum. Diusapnya kepala orang itu dengan tangan kirinya.

“Hoseok?” Seru sosok itu terkejut. Dia pun buru-buru melepaskan genggaman tangannya dan mengusap-usap kedua matanya.

Lagi-lagi Hoseok tersenyum. “Namjung Noona,” ujarnya lemah.

Namjung menggaruk-garuk tengkuknya malu. “Umm… kau mau minum?” Tanyanya salah tingkah.

Hoseok menggeleng.

“Kau mau apa?”

“Aku ingin terus seperti ini setiap hari,” kata Hoseok.

“Seperti ini? Maksudmu? Berada di rumah sakit?”

Hoseok menggeleng. “Aku ingin setiap aku membuka kedua mataku, kau adalah orang yang pertama kulihat.”

Pipi Namjung bersemu merah.

“Noona, kau sangat menggemaskan saat tersipu.”

“Eo, Hoseok, maaf. Aku… aku harus memeriksa pasien lain,” kata Namjung gugup. Dia hendak bangkit dari duduknya tapi Hoseok dengan sigap memegangi tangannya.

“Siapa yang akan kau periksa tengah malam seperti ini, Noona? Kau bahkan tidak memakai seragam kerjamu.”

“Ah, itu… umm… aku-“

Hoseok tersenyum tipis. “Noona di sini saja ya. Temani aku.”

“Ta- tapi- ada Tuan Seok- Jin…”

Hoseok menoleh ke samping. Dilihatnya Seokjin yang tengah tertidur lelap di ranjang khusus penunggu pasien.

“Dia sudah lelap, Noona. Dia pasti kelelahan seharian menungguiku,” kata Hoseok. “Tapi, kau pasti juga lelah merawat pasien-pasienmu seharian. Kalau begitu pulanglah dan istirahatlah,” lanjutnya.

“Tapi- Hoseok kau tadi… tidak mengijinkanku pergi.”

Hoseok tertawa kecil. “Noona, kau mau pulang atau menungguiku sebenarnya?”

Namjung menunduk. “Aku… aku- mau pulang saja, Hoseok. Aku akan datang lagi besok pagi. Sampai jumpa.” Namjung berlari kecil meninggalkan Hoseok. Membuat pria itu ingin tertawa.

“Sabar, Hoseok. Sedikit lagi dia akan jatuh ke pelukanmu,” gumam Hoseok kemudian tersenyum.

—000—

Taehyung menyentuh kepalanya yang terasa berdenyut-denyut. Taehyung membuka kedua matanya dan dilihatnya sekelilingnya. Dia sadar kini dia berada di kamarnya.

Baru saja hendak bangkit dari posisinya, Taehyung merasakan tangan seseorang memeluk perutnya. Taehyung menoleh.

“Ara?” Serunya terkejut. Pikirannya kembali melayang-layang mencoba mengingat kejadian semalam. Bagaimana bisa Ara tidur di sampingnya.

Taehyung membuka selimut yang menutupi tubuh Ara. Ara masih dengan pakaiannya utuh.

Ara membuka kedua matanya kemudian tersenyum pada Taehyung. “Kau sudah bangun?” Tanyanya.

Taehyung bangkit dari posisinya tiduran. “Kau… bagaimana bisa kau di sini?”

Ara juga bangkit dari posisi tidurnya kemudian duduk menghadap Taehyung. “Semalam kau mabuk berat. Aku tidak tahu kenapa tapi kau menelponku jadi aku segera datang menjemputmu.”

Taehyung teringat. Semalam dia mabuk di Paraiso.

“Sudah pagi. Pulanglah. Hari ini kita sekolah,” ujar Taehyung dingin.

“Tapi-“

“Pulanglah!” Seru Taehyung membuat Ara terkejut. Ara bangkit dari duduknya dan bersiap meninggalkan kamar Taehyung.

“Tunggu!” Panggil Taehyung saat Ara baru memegang knop pintu kamar Taehyung. “Semalam kita tidak melakukan apa-apa bukan? Maksudku… seks,” tanyanya.

Ara menggeleng. “Aku hanya menemanimu tidur. Itu saja,” jawab Ara kemudian berlalu keluar dari kamar Taehyung.

Taehyung menghempaskan nafasnya berat.

Ara berjalan gontai menuruni tangga rumah lantai atas. Namun baru beberapa pijakan, seseorang memanggilnya.

“Ara Unnie?”

Ara menoleh. “Eunjin?”

Eunjin berjalan mendekati Ara. “Unnie sejak kapan di sini? Bagaimana bisa aku tidak tahu?”

Ara menunjukkan ekspresi kebingungan. “Umm… itu-“

“Bagaimana kalau kita mengobrol di kamarku saja. Ayo,” Eunjin menarik tangan Ara menuju kamarnya.

“Eunjin, bagaimana kalau nanti Taehyung tahu?” Tanya Ara takut-takut.

Eunjin mendudukkan Ara di tepian tempat tidurnya. “Tenang saja, Unnie. Oh ya, berarti Taehyung Oppa tidak tahu Unnie kesini?”

“Dia tahu, Eunjin. Semalam Taehyung menghubungiku dalam kondisi mabuk. Aku panik jadi aku menjemputnya dan mengantarnya pulang.”

“Benarkah? Lalu, Unnie dan Taehyung Oppa… tidur bersama?” Goda Eunjin.

Ara tersipu. “Kami hanya tidur bersama, Eunjin. Jangan berpikir macam-macam.”

“Whoaaaa… apa kalian sudah baikan?”

Ara menggeleng. “Kami… tidak ada hubungan apa-apa lagi, Eunjin. Taehyung sudah lama memutuskan hubungan kami. Aku juga tidak tahu, kenapa semalam Taehyung tidak mengijinkanku pergi. Ah, apa mungkin karena dia sedang mabuk ya? Jadi tidak sadar dengan ucapannya,” kata Ara sambil berpura-pura tertawa.

Eunjin meraih tangan Ara. “Unnie, kalau Taehyung Oppa menghubungi Unnie dalam keadaan mabuk, itu artinya Taehyung Oppa benar-benar menyukai Unnie. Karena dalam kondisi tidak sadar hanya Unnie yang dia ingat.”

“Eunjin, jangan seperti itu. Aku tidak mau memiliki harapan palsu. Taehyung mencintai wanita lain. Dan aku tidak memiliki hak untuk memaksanya menyukaiku kembali.”

“Unnie, jujur saja aku menginginkan Unnie dan Taehyung Oppa kembali bersama lagi. Aku tahu Ara Unnie gadis yang baik dan tepat untuk Taehyung Oppa.”

Ara menggeleng. “Aku tidak pantas untuk Taehyung, Eunjin. Aku sudah membuatnya kecewa dengan membuat sebuah kesalahan fatal.”

“Umm… maksud Unnie?”

“Waktu itu aku dan Taehyung sedang dalam masalah. Aku tidak tahu apa sebabnya tapi- dia terus menerus mendiamkanku. Sampai akhirnya aku stress dan memutuskan untuk mabuk saja untuk menghilangkan stress-ku. Tidak disangka dalam kondisi mabuk aku- aku tidur dengan pria lain.”

“Apa?”

“Eunjin, percayalah… aku dalam kondisi tidak sadar saat itu. Aku tidak ada niat sedikit pun untuk mengkhianati Taehyung.”

Eunjin tersenyum. “Aku percaya padamu, Unnie. Itulah kenapa aku ingin Unnie kembali lagi pada Taehyung Oppa.”

Ara memeluk Eunjin. “Eunjin, terimakasih sudah percaya padaku.”

“Sama-sama, Unnie. Aku harap Unnie tidak menyerah untuk mendapatkan kembali Taehyung Oppa.”

Ara melepaskan pelukannya pada Eunjin. Mereka saling tertawa.

“Unnie… sebenarnya ada hal penting yang ingin aku tanyakan pada Unnie,” kata Eunjin.

“Tentang apa?”

“Tentang… June.”

Kedua mata Ara terbelalak karena terkejut. “Kau mengenal June?”

Eunjin mengangguk-angguk. “June itu…”

-Author POV End-

—000—

-Min Yoongi POV-

Dengan langkah setengah malas aku berjalan menuju ruang makan. Belum lagi mencapai meja makan, aku sudah melihat ayah dan ibu tengah sarapan di sana. Huft, membuatku semakin malas saja.

“Selamat pagi ayah, ibu,” sapaku pada mereka sembari menarik kursi dan mendudukinya.

“Selamat siang, Yoongi,” jawab ayah.

Cih, baru juga jam 8 pagi.

“Kau tidak kuliah hari ini?” Tanya ibuku.

Aku meraih dua potong roti panggang dan menambahkan madu di atas salah satu potong roti dan menangkupnya dengan potongan roti satunya.

“Masuk siang,” jawabku singkat kemudian segera menyantap roti panggang.

“Oh ya, malam ini jangan kemana-mana,” ujar ayah. “Keluarga Yoon akan makan malam di sini,” lanjutnya.

Terserah! Aku tidak peduli.

“Oh ya, kenapa kau menyuruh Hyena libur hari ini?” Tanya ibu.

Aku menghentikan makanku sejenak. Tapi tetap lebih memilih diam dan meneruskan makanku.

“Yoongi, kau tidak bisa sembarangan meliburkan pembantu!” Seru ibuku.

“Pembantu di rumah banyak dan apa salahnya aku meliburkan salah satu?!” Jawabku tak kalah keras.

“Yoongi!” Seru ayah. “Jaga ucapanmu!”

Jujur saja, aku malas kalau makan bersama mereka. Selalu saja ada hal yang membuat kami bertengkar.

“Yoongi, menurutlah pada kami. Kau satu-satunya harapan kami. Jangan ikut-ikut kakakmu keras kepala,” ujar ibuku.

Huh, bagaimana aku mau menurut pada mereka kalau mereka sendiri terlalu menekan kami, anak-anaknya. Untung aku sedang malas berdebat. Jadi aku lebih memilih diam mendengarkan mereka.

“Kalau kau masih tidak menurut pada ayah, ayah tidak akan segan-segan mencoretmu dari daftar keluarga,” ancam ayah.

Aku hanya tersenyum dalam hati. Lakukan saja kalau kalian mau! Toh bagiku, ada atau tidaknya kalian bagiku tidak ada bedanya.

“Aku selesai,” ujarku sembari menggeser kutsiku kemudian menenggak setengah gelas air putih.

“Ingat, malam ini jangan kemana-mana!” Ancam ayah.

Cih, aku lebih suka menunggui Hoseok di rumah sakit daripada harus makan malam dengan orang-orang munafik seperti mereka.

“Hmmm,” jawabku kemudian berlalu meninggalkan ruang makan.

-Min Yoongi POV End-

—000—

-Author POV-

Kedua mata Minyoung yang terhias kacamata terbelalak saat melihat pemandangan di depannya. Dilihatnya Jimin tengah mem-bully seorang gadis nerdy sepertinya di depan loker. Minyoung bergegas menghampiri mereka.

Brugh!

Minyoung mendorong tubuh Jimin hingga pria itu tersungkur.

“Kau tidak apa-apa?” Tanyanya pada gadis itu.

Gadis itu mengangguk-angguk.

“Cepat pergi dari sini. Jangan lupa obati lukamu,” kata Minyoung.

“Te- terimakasih, Unnie,” gadis itu kemudian berlari tertatih-tatih.

“Oh, mau sok-sokan jadi pahlawan kesiangan, eoh?”

Minyoung menoleh ke atas. Dilihatnya Jimin berdiri sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya. Sebuah senyuman licik terukir dari bibirnya.

Minyoung segera berdiri dan menghadap Jimin. “Dimana otakmu sebenarnya, hah?!”

Plakk!

Minyoung memegangi pipinya yang terasa panas oleh tamparan Jimin. “Aku yakin orangtuamu tidak bisa mendidikmu dengan baik. Atau… mereka tidak pernah menginginkanmu sampai-sampai mereka tidak mau mendidikmu?”

Plakk!

Jimin kembali menampar Minyoung. Kali ini sangat keras, sampai-sampai kacamata gadis itu terlepas. Minyoung mulai panik karena pandangan matanya mulai kabur. Minyoung segera berjongkok dan meraba-raba dimana letak kacamatanya terjatuh.

Jimin ikut berjongkok kemudian mencekik leher Minyoung. Gadis itu mulai kesakitan oleh kelakuan Jimin dan berusaha melepaskan cengkeraman tangan Jimin di lehernya.

“Jangan bawa-bawa orangtua di depanku, Hitam! Aku ingatkan sekali lagi kalau kau mengusik-usik hidupku, aku tidak akan segan-segan membunuhmu!” Jimin melepaskan tangannya dari leher Minyoung.

Minyoung kembali meraba-raba lantai di sekitarnya, namun tak berapa lama dia mendengar suara benda pecah diinjak. Minyoung terduduk lemas. Dia tahu baru saja Jimin menginjak kacamatanya.

“Jimin, tunggu!” Seru Minyoung masih dengan posisi duduknya membelakangi Jimin.

Jimin menghentikan langkahnya.

“Akan kupastikan kau hancur di tanganku,” kata Minyoung lirih.

“Tsk! Apa yang kau miliki sampai begitu angkuh menantangku, huh?” Jimin kembali melangkahkan kakinya meninggalkan Minyoung.

—000—

“Jeon Jungkook, kau curang!” Seru Eunjin melemparkan bantal duduk ke kepala Jungkook.

“Aku tidak curang. Kau sendiri yang terus menerus mendekatiku. Bagaimana aku bisa bergerak?” Kilah Jungkook.

“Aku tidak terus menerus mendekatimu. Aku hanya mengikuti pemain itu,” seru Eunjin.

“Tetap saja. Cukup matamu saja yang mengikuti pemain itu. Bukan kau juga ikut bergerak kesana kemari,” jawab Jungkook kesal.

“Aish!” Eunjin membanting stick video game-nya.

Jungkook tersenyum penuh kemenangan. “Ingat perjanjian kita. Kau harus menraktirku makan selama sebulan.”

“Aku tidak mau. Kau curang!”

“Aku tidak curang.”

“Kau curang! Kau terus-terusan menyikutku tadi,” Eunjin menatap Jungkook kesal.

“Itu karena kau bergerak kesana-kemari dan mendekatiku terus menerus,” Jungkook mendekatkan wajahnya pada wajah Eunjin dengan ekspresi menantang.

“Oi, hentikan!”

Jungkook dan Eunjin menoleh.

“Oppa!”

“Hyung!”

Taehyung berjalan mendekati mereka kemudian duduk di antara mereka. “Kalian ini selalu saja bertengkar seperti ini. Kalian itu sudah besar.”

“Dia curang, Oppa!” Seru Eunjin melirik Jungkook kesal.

“Aku tidak curang, Hyung. Itu salah dia sendiri,” jawab Jungkook membalas lirikan Eunjin tak kalah kesal.

Taehyung tersenyum melihat mereka berdua bertengkar layaknya anak kecil. Menurutnya sudah lama mereka tidak berkumpul seperti itu lagi. Bercanda bagai keluarga bahagia.

“Aku merindukan suasana seperti ini. Sudah lama kita tidak berkumpul bersama seperti ini, bukan? Eunjin sibuk dengan Seokjin Hyung. Jungkook juga sibuk dengan Yeonkyung Noona,” ujar Taehyung. Diraihkan tangan kiri Eunjin dan tangan kanan Jungkook. Taehyung menggenggam tangan mereka erat-erat. “Hanya kalian keluarga yang aku miliki. Aku tidak ingin kehilangan kalian.”

“Hyung, kalau ada masalah ceritalah pada kami,” tawar Jungkook dan disambut anggukan oleh Eunjin.

“Tsk! Apa kalian sudah merasa cukup dewasa untuk memahami masalah yang kuhadapi? Aku ini lebih tua dari kalian. Harusnya kalian yang menceritakan masalah kalian padaku,” kata Taehyung meremehkan.

“Aku pribadi tidak merasa memiliki masalah apa-apa, Oppa. Tapi… tadi pagi…”

Taehyung mengerutkan keningnya.

“Aku melihat Ara Unnie. Dia menceritakan masalah kalian. Aku minta maaf, Oppa, tapi- aku ingin kalian bersama kembali,” ujar Eunjin lirih.

Raut wajah Taehyung tiba-tiba berubah menjadi ekspresi dingin. “Aku tidak bisa,” jawabnya singkat.

“Oppa, aku mohon. Ara Unnie gadis yang baik. Dia dan June-“

“Ada apa?” Tanya Jungkook. Sementara Taehyung memasang tampang tidak peduli.

“Aku… aku menceritakan semua tentang June padanya. Aku rasa dia sedang dalam bahaya besar, Oppa,” kata Eunjin.

“Memang apa yang sudah dilakukan June pada Ara?” Jungkook semakin penasaran.

“June-“

“Hentikan, Eunjin! Berhenti membicarakan apapun tentang gadis itu!” Kata Taehyung dengan nada tinggi.

“Tapi-“

“EUNJIN!”

Eunjin langsung terdiam. Susah sekali memang memberitahu kakaknya yang memang keras kepala itu.

“Mood-ku sedang baik hari ini. Jadi tolong jangan kalian rusak dengan membicarakan hal tidak penting,” ujar Taehyung lirih.

“Um, bagaimana kalau kita bertanding game?” Jungkook mencoba mencairkan suasana. “Kita bertaruh. Yang kalah mentraktir makan sebulan.”

“Hei, Jungkook! Makan terus yang kau pikirkan. Kau lihat itu badanmu semakin besar,” Eunjin memegangi lengan kekar Jungkook yang terlihat karena Jungkook hanya mengenakan kaos sleeveless.

“Hei, Eunjin! Aku memang sudah besar. Wajar saja badanku membesar. Dan menurutku itu bagus, membuatku jadi terlihat seperti seorang pria sejati,” jawab Jungkook sembari menepuk dadanya.

Eunjin mencibir Jungkook dengan gerakan bibirnya yang dibuat-dibuat. Taehyung yang berada di antara mereka berdua hanya bisa tertawa melihatnya.

“Ayo, Jungkook, kita bertanding!” Taehyung meraih stik video game yang tergeletak untuk menjawab tantangan Jungkook.

Jungkook tersenyum lebar, menampakkan gigi kelincinya. “Eunjin, kau di pihak siapa?”

“Tentu saja di pihak Taehyung Oppa. Kau kan bermain curang,” jawab Eunjin.

“Enak saja, aku tidak curang!”

“Curang!”

“Tidak!”

“Curang!”

Taehyung meniup poninya. Bosan dengan tingkah kekanakan dua orang di sampingnya itu.

-Author POV End-

—000—

-Min Yoongi POV-

Malam ini adalah jatahku menunggui Hoseok. Aku tidak peduli dengan ibuku yang sedari tadi terus-menerus menelponku. Aku melepas baterai ponselku kemudian melemparnya ke jok belakang mobilku.

Suasana rumah sakit ramai karena sekarang adalah jam besuk. Banyak orang berlalu lalang dari pekerja rumah sakit sampai orang yang sekedar menjenguk keluarga atau rekannya.

“Yoongi? Kau sudah datang?” Tanya Seokjin Hyung saat menyadari kedatanganku.

Aku tersenyum melihat mereka, Seokjin Hyung dan Hoseok, sedang mengobrol. Aku berjalan mendekati mereka.

“Kau sudah sadar?” Tanyaku pada Hoseok. Dia hanya menjawabnya dengan anggukan lemah. Selang infus masih tertampal di tangannya. Wajahnya juga masih terlihat pucat walaupun tidak sepucat kemarin.

“Kau mau langsung pulang, Hyung?” Tanyaku pada Seokjin Hyung.

Seokjin Hyung menggeleng. “Sebentar lagi Eunjin, Taehyung, dan Jungkook kesini. Mereka sedang dalam perjalanan.”

“Oh.”

“Yoongi Hyung, maaf merepotkanmu,” kata Hoseok lirih.

“Kapan kau tidak merepotkan kami, eoh?” Candaku.

“Hyung, aku tidak tahu bagaimana jadinya aku tanpa kalian,” katanya lagi.

“Tsk! Tidak usah mendramatisir keadaan. Bagaimanapun juga kita ini keluarga. Justru aku akan marah kalau kita tidak saling merepotkan,” ujarku.

Hoseok tersenyum tipis. Dia tidak terlihat seperti Hoseok yang aku kenal. Aku baru tahu sisi asli Hoseok yang sebenarnya. Ini karena aku tidak begitu dekat dengannya. Dia lebih dekat dengan Seokjin Hyung atau maknae line. Sisinya yang rapuh dan kesepian. Jadi apa yang dilakukannya dengan obat-obatan terlarang adalah caranya lepas dari kelemahannya itu.

“Hei, bagaimana kabarmu dengan perawat itu? Apa seharian ini dia menungguimu?” Godaku.

“Eo? Hyung kau tahu dari siapa?” Tanya Hoseok bingung. Namun beberapa detik kemudian matanya menatap Seokjin Hyung.

“HYUNG!”

Seokjin Hyung nyengir aneh. Aku hanya tertawa melihat mereka.

Kalian adalah keluargaku. Bagiku, kalian lebih berharga daripada ayah, ibu, atau hyung-ku sendiri.

-Min Yoongi POV End-

—000—

-Kim Namjoon POV-

Mataku menyusuri isi klab malam langgananku. Apalagi kalau bukan Paraiso? Sebenarnya aku tidak berniat kesini. Tapi Jimin memaksaku untuk menemaninya. Bisa dibilang tega juga karena saat ini Hoseok sedang di rumah sakit. Tapi sepertinya Jimin mempunyai urusan lain di sini.

“Kemana anak itu?” Gerutuku karena tak juga kutemui batang hidungnya. Pfft, dia yang mengajakku tapi dia malah yang terlambat?

Akhirnya kuputuskan duduk di kursi tempat kami biasa berkumpul. Aku mulai mengeluarkan rokokku dan menyulutnya sebatang. Kulirik jam di tangan kananku. Hampir setengah jam dari perjanjian dan dia belum datang juga?

“Permisi?” Suara seorang wanita menyapaku.

Aku mendongak tapi tiba-tiba duniaku terasa terhenti. Wanita itu juga terpaku menatapku.

“Eunsol?”

“Namjoon Oppa?”

Aku membenarkan posisi dudukku. “Apa yang kau lakukan di sini?” Tanyaku. Aku memandangi pakaian yang dia kenakan. Dia memakai pakaian pelayan di sini.

“Tentu saja bekerja,” jawabnya santai.

“Sejak kapan kau bekerja di sini? Aku sering ke sini dan belum pernah melihatmu sekalipun di sini.”

“Umm.. sebenarnya ini hari pertamaku bekerja. Tapi aku hanya bekerja sampingan di sini.”

“Jadi ini hari pertamamu bekerja?”

Eunsol mengangguk.

“Bagaimana kalau kau berhenti bekerja di sini? Kau bisa bekerja di kafeku. Setidaknya di sana tidak ada pria hidung belang yang akan mengganggumu,” tawarku padanya.

“Benarkah? Lalu bagaimana dengan pemilik kafe itu? Apa dia tidak akan menggangguku?”

Sial! Aku tahu dia menggodaku. “Itu… pengecualian,” jawabku malu. “Ngomong-ngomong, siapa yang menyuruhmu bekerja di sini?”

“Tidak ada yang menyuruhku. Sebetulnya aku sedang mencari pekerjaan sampingan dan kebetulan temanku menawariku bekerja di sini,” jawabnya.

“Temanmu? Siapa?”

“Itu… Sangeun. Shin Sangeun.”

Tubuhku membeku. Aku tidak salah dengar kan?

-TBC-

About BlueChip

Just a normal noona fan who can't resist 97 line(?)

8 thoughts on “FF/ BTS 7 SOUL/ BTS-BANGTAN/ pt. 17

  1. aduh thoorr… sumpah penasaran banget sebenarnya rose siapa sih?! apa iya beneran si minyoung? ..trus june juga/? >< greget weh

    hoseok-ah^o^ sedikit lagi :'v fighting!!

    sangeun? sangeun? mantan bang momon? '-'
    okehh ditunggu next chap nya thor^^
    fighting!

  2. Kereen!! berharap ara balikan lagi sama taehyung 😀
    btw jimin pen gue gaplok kali yah? gemeeesss! XD
    hayo loh, namjoon bikin gue ngakaak wkwk :v
    ditunggu next capt nya thor, fighting!

  3. Sumpah ini kenapa penasaran banget thorrrrrr paling bisa ya bikin jantung degdegan wkwkw. Ih si june kenapa;( please taetae balikan sama ara pleaseeee si rose? Gua kali ah wkwkwk

  4. Haihai maap baru comment di chap ini, karena bacanya maraton hehe

    paling suka hubungannya suga ama hyena ugh mereka sweet bangett >_<

    Terus kimtae ama ara paling nanti juga balikan huahaha dan kayaknya si minyoung mau bales dendam ke jimin lewat sosok rose ya??

    Hmm ditunggu laah~

Leave a reply to rosse Cancel reply