FF/ DARK BLUE DREAMCATCHER/ BTS-BANGTAN/ pt. 11


PicsArt_1455445456391

Author : AL lee

Title : DARK BLUE DREAMCATCHER

Cast :

  • Jang Woo Ren (OC)
  • Min Yoongi
  • Jung Hoseok
  • Park Jimin
  • Kim Soekjin
  • Kim Namjoon
  • ect

Genre  : School life, romance, comedy(?), sad(?)

 

Woo Ren pov

Nami eonni dan Yoongi terus bertatapan satu sama lai. Aku tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Tapi sepertinya jika dilihat dari tatapan Yoongi, dia menyimpan kebencian pada perempuan yang sedang ditatapanya itu. Dan jika dilihat dari sisi Nami eonni, sepertinya dia… entahlah tatapannya sulit untuk diartikan namun matanya berkaca-kaca.

Jang ahjussi keluar dari ruangannya dan berdiri di antara aku dan Nami eonni. Pandangan Nami eonni teralihkan pada bosnya yang sudah berdiri di sampingnya.

“Ini Wooren. Ini gaji terakhirmu. Maaf jika tak seberapa, aku hanya menambahkan sedikit bonus.” Ujar Jang ahjussi seraya menyodorkan amplop padaku

“Sebenarnya ahjussi tidak perlu repot-repot. Aku bahkan tak berharap kau memberiku gaji lagi untuk yang terakhir. Maaf sudah merepotkanmu.”

“Ah tidak apa-apa. Sering-seringlah mampir kesini.”

“Ne ahjussi. Aku pamit.” Aku membungkukkan badanku pada Jang ahjussi

Aku menoleh ke arah Yoongi untuk melihat keadaannya. Dia masih saja menatap Nami eonni dengan tajam, aku tak mengerti. Pandanganku teralihkan pada Nami eonni, aku tersenyum padanya ketika mata kami bertemu. aku membungkukkan badanku padanya.

“Eonni, aku…” tiba-tiba Yoongi menarik tanganku dan menyeretku keluar dari toko

“Ya!” aku melepaskan cengkramannya dengan kasar setelah kami berada di luar

Dia tak membalikkan tubuhnya menghadapku. Kenapa dia seperti ini? Aku memberanikan diri untuk berdiri di sampingnya untuk melihat wajahnya. Dia menatap lurus ke depan, tatapannya sulit untuk diartikan. Sebenarnya ada apa dengannya?

“Sunbae?” dia tak mnggubrisku

“Min Yoongi?” dia tetap terdiam

Aku tak lagi berani memanggilnya. Sepertinya saat ini dia sedang merasakan amarah, susana hatinya sedang tidak baik. Tapi kenapa sikapnya jadi berubah seperti ini? Ini semua berawal sejak dia melihat Nami eonni. Apa sebenarnya mereka saling kenal? Apa mereka punya suatu hubungan yang tak pernah ku ketahui? Aku terus saja memperhatikan raut wajahnya itu. Dia menoleh menatapku. Tapi dia hanya diam.

“Kenapa kau mearikku dengan kasar seperti itu? Aku belum selesai berbicara pada Nami eonni, itu tidak sopan sekali.”

“Bukannya kau sudah selesai dengan urusanmu?” kenapa dia jadi sedingin ini padaku?

“Ada apa denganmu? Kenapa kau…”

“Diamlah, jangan bertanya padaku.” Yoongi memotong perkataanku

“Tapi kena…”

“Jika kau masih bertanya maka aku akan mengunci bibirmu rapat-rapat dengan bibirku dan tak akan ku lepaskan.”

Aku tersentak mendengarnya. Dia itu buruk sekali… Ya baiklah, aku tidak akan menanyakannya lagi. Tapi lain kali aku akan mencaritahunya. Yoongi melangkahkan kakinya mendekati motornya. Dia mengambilkan helmnya dan juga helm untukku.

“Kau yang menyetir.” Seraya menyodorkan helm padaku

“Kenapa aku?” aku mengambil helm dari tangannya

“Kau bisakan mengendarai motor seperti ini? aku sedang capek.” Dia beralih ke samping jok belakang motor

Tanpa berbicara lagi aku langsung menaiki motornya lalu menyalakannya. Lebih baik aku menurutinya, suasana hatinya sedang tidak baik saat ini. Setelah Yoongi duduk di jok belakang aku segera menjalankannya.

Udara malam ini sangat dingin. Ditambah dengan angin yang menerpa tubuhku karena aku cukup kencang menjalankan motor sport putih milik Yoongi. Untungnya jaket yang dipinjamkan Yoongi cukup tebal. Tapi tetap saja itu tak cukup. Rasanya aneh juga membonceng laki-laki, biasanya laki-laki yang akan membonceng perempuan di belakangnya. Apa lagi dengan motor besar seperti ini, lucu sekali rasanya jika perempuan yang menyetir dan laki-lakinya malah duduk di bonceng.

“Yoongi, aku mau ke tempat anak-anak jalan dulu.”

“Tereserah.”

Butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke sebuah rumah kecil yang ada di pinggir jalan, ini adalah rumah anak-anak jalanan yang biasa ku temui. Ada lebih dari sepuluh anak-anak jalanan yang tertampung di rumah ini. Rumah ini adalah milik nyonya Kang, wanita paruh baya yang baik hati. Sama sepertiku, dia juga menaruh simpati yang bersar pada anak-anak jalanan. Karena itulah dia dan mendiang suaminya membangun rumah ini untuk anak-anak jalanan.

“Wah… Wooren noona datang!” seru Hangook begitu melihatku di depan pintu

“Wooren noona!… Eonni~” mereka berhambur menghampiriku

Aku bertekuk lutut memeluk mereka semua. Raut wajah mereka begitu senang menyambutku. Ya, aku memang sudah dekat dengan mereka. Itu karena aku sudah sering datang ke sini bertemu dengan mereka. Menemani mereka bermain, bercerita dan mendengarkan cerita-cerita mereka, atau sekedar memberi mainan, makanan dan pakaian pada mereka.

“Kami sangat merindukan noona.” Ah~ manisnya… itu tadi Hangook yang berkata, dia adalah anak yang paling kecil di sini, umurnya sekitar empat tahun

Anak-anak yang tinggal di rumah ini masih kecil-kecil mulai dari empat sampai sebelas tahun. Mereka masih terlalu kecil untuk bertaruh melawan keras dan kejamnya ke hidupan. Mereka anak-anak yang baik, manis dan juga sopan. Di sini mereka diajarkan untuk menjaga kerapihan dan kebersihan.

“Eonni, itu siapa? Apa laki-laki tampan itu kekasihmu?”

Aku menoleh ke arah Yoongi yang berdiri di belakangku. “Ah… dia temanku, namanya Min Yoongi.” Aish… kenapa Minhye bertanya seperti itu?

“Anyeong adik-adik kecil.” Yoongi tersenyum pada mereka

“Waah… oppa ini manis sekali jika tersenyum, dia benar-benar tampan.” Manis apanya Minhye? Aduh kau tidak tau sih dia itu sok keren dan bersikap kasar pada perempuan. Dia itu selalu melakukan semuanya sesuai kemauannya, dia itu jahat.

“Karena itulah aku dipanggil ‘Suga’ karena senyumku yang manis ini. kalian  juga boleh memanggilku dengan sebutan itu.”

Cih! Jangan berpura-pura baik seperti itu Yoongi! Perpura-pura menjadi malaikat yang baik dan tampan, kau pikir itu cocok untuk mu? Ingatlah kau itu seorang gangster di sekolah!

“Eonni, kenapa kau tidak menjadi kekasih Suga oppa saja? Kalian sangat cocok, kau cantik dan dia tampan.”

“Iya… Iya.” Anak-anak yang lain ikut-ikutan. Aduuh… Minye… kenapa kau berkata seperti itu?

“Hm.. apa kalian berfikir seperti itu? Aku akan memberitahu sesuatu pada kalian, sebenarnya kami ini memang sepasang ke kasih, hanya saja dia malu untuk mengakuinya karena aku lebih manis darinya.” Aku menatapnya dengan mata yang terbuka lebar, dia malah tertawa.

*****

 

Jalanan sepi, ini sudah jam setengah sebelas malam. Lagi pula daerah ini memang tak berada di tengah kota yang akan tetap ramai walaupun sudah malam seperti ini. Sebenarnya aku sudah muai mengantuk tapi aku harus kembali ke apartemen Yoongi untuk mengambil tas dan bajuku di sana. Lagi pula sepertinya abeoji belum pulang. Eh tunggu! Kenapa aku harus menunggu abeoji pulang? Kenapa aku tidak pulang sebelum dia pulang? Dengan begitu aku bisa langsung ke kamarku dan mengunci pintu. Maka aku tidak akan dihujami ratusan pertanyaan darinya. Ya… aku rasa sebaiknya begitu.

Disaat aku sedang memikirkan bagaimana cara masuk ke dalam rumah tanpa diketahui halmoni, tiba-tiba ada sebuah tangan yang melingkar di pinggangku. Yoongi memelukku dengan sangat erat dari belakang. Aku terkejut, motor yang ku kemudiakan sedikit goyah. Aku panik dengan laju motor ini yang mulai kehilangan keseimbangan, tapi Yoongi tak melepaskan pelukannya juga, dia terus saja memelukku. Aku menepi ke sisi jalan lalu berhenti.

“YA! Apa yang kau lakukan?!” aku memutar tubuhku ke belakang

Dia hanya sedikit memundurkan tubuhnya, tapi kedua tangannya tetap melingkar di pinggangku. Aku membuka visor helmku yang berwarna gelap lalu menunjukkan raut wajah tidak sukaku padanya. Dia tak bergeming. Aku membuka visor helm yang menutupi wajahnya. Begitu terbuka aku dapat melihat wajahnya, ekspresinya sulit diartikan. Dia terus menatapku. Karena dia hanya diam aku memengan tangannya lalu melepaskannya dari pinggangku. Tangannya itu hanya bergerak mengikuti perintahku. Tapi dia kembali melingkahrkan tangannya di pinggangku, bahkan dia menempelkan badannya ke badanku yang masih terputar menghadapnya. Dia menaruh kepalanya di pundakku. Jantungku berdebar tak karuan dan entah mengapa tubuhku menjadi kaku. Kenapa dia seperti ini?

*****

Author pov

Seorang gadis mengendap-ngendap masuk ke rumahnya. Rumah yang besar itu sudah sepi dan gelap, bahkan tak ada satupun pelayang yang berkeliaran. Dengan perlahan dia terus berjalan menuju tangga di dekat ruang tamu. Ya, gadis itu baru pulang, bahkan tas sekolahnya masih tersampir di bahu sebelah kanannya.

Saat kakinya menginjak anak tangga pertama tiba-tiba semua lampu menyala. ‘Oh shit!’ gumamnya pelan. Dia kembali menarik kakinya dan mengurungkan niatnya untuk menaiki tangga. Dia menoleh ke arah ruang tamu dimana ada laki-laki yang tengah duduk di sofa sambil melihat ke arahnya.

“Darimana saja kau?” tanya laki-laki paruh baya itu

“Apa kau bekerja lagi?” laki-laki itu kembali melaayangkan pertanyaan, padahal pertanyaan sebelumnya belum dijawab
“Ksini kau!”

Gadis itu melangkahkan kakinya menghampiri appanya yang duduk di sofa. Dia terduduk di hadapan appanya. Gadis itu tak mau menatap appanya, pandangannya tertuju pada meja yang ada diantara dia dan appanya yang duduk di hadapannya.

“Jawab pertanyaan appa.”

“Aku dari rumah teman.”

“Siapa? Teman yang mana?”

Gadis itu mengangkat kepalanya lalu menatap pria di hadapannya dengan kesal.

“Kenapa abeoji jadi mengurusi urusanku? Ini hidupku, aku yang memegang kemudinya bukan kau.”

“Lancang sekali bicaramu! Aku appa-mu! Aku berhak mengatur hidup anakku sendiri.”

“Jinjjayo?”  gadis itu tersenyum miring, “Apa kau baru menyadarinya sekarang? Terlambat! Sudahlah abeoji, kau tidak perlu memperhatikanku dan mengurusku… Seperti yang selama ini kau lakukan.” Gadis itu bangun dari sofa dan beranjak pergi

“Jang Wooren! Kalau kau masih melawan perintahku dan tetap bekerja di toko itu maka aku tak akan segan-segan mengobrak-abrik toko itu, aku akan membakarnya.”

Langkah gadis itu terhenti. Tangannya terkepal kuat, gigi-giginya menggerat. Ingin sekali dia berteriak tapi dia tak mungkin melakukaknnya. Saat ini dia sedang berada dalam bahaya besar. Hidupnya akan sangat terganggu mulai saat ini, dan pengganggu itu tak lain adalah appanya sendiri.

“Jangan pernah melakukan itu. Aku sudah menurutimu, aku sudah berhenti.” Gadis itu membalikkan tubuhnya, “Apa kau puas?” tanpa menunggu jawaban, gadis itu berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

Wooren berjalan ke sudut kamarnya yang gelap karena dia tak menyalakan lampunya. Hanya sinar bulan yang menerani kamarnya karena pintu kaca yang membatasi kamarnya dengan balkon hordengnya tak tertutup. Dia melepaskan tasnya dan menaruhnya di sampingnya. Gadis itu menekuk kakinya lalu memluk lututnya. Fikirannya benar-benar kacau. Hatinya begitu gundah.

Gadis itu membuka resleting depan tasnya, merogohnya cukup lama. Seketika dia menghentikan gerakan tangannya itu ketika dia menyadari kalau benda yang dicarinya itu tak ada. Benda itu sudah hilang entah kemana. Tangannya kembali memeluk lututnya, dia membenamkan wajahnya di sana. Seketika terdengar isakan-isakan kecil, semakin lama tangisannya semakin pecah. Airmata mengalir deras dari kedua matanya, membasahi kedua pipinya. Hatinya terasa begitu sakit dan pedih.

“Eomma…eommaa.” dia memanggil-manggil eommanya disela-sela isakannya

Sekarang tangisannya terdengar ke seluruh isi ruangan. Ya, karena hanya ada dia sendiri, hanya suara tangisannya yanng terdengar. Dia sendirian, kesepian, dan tengglam dalam kesedihan. Airmatanya terus mengalir, dia bahkan tak bisa menghentikannya.

“Mianhae eomma… aku menghilangkannya, aku tak bisa menjaganya. Mianhae…” tangisan gadis itu semakin menjadi-jadi

Yang dimaksudnya itu adalah sebuah benda kecil berwarna birutua. Sebuah gantungan berbentuk dremcatcher kecil. Itu adalah pemberian eommanya ketika beliau masih hidup. Dan gadis itu sangat menyayangi benda itu. Benda itu seakan menjadi kehadiran eommanya tercinta. Dengan melihat dan memegangnya dia seperti bisa merasakan kehadiran eommanya di sampingnya. Sebenarnya itu hanya anggapannya saja karena dia selalu mengingat eommanya yang begitu cantik baginya itu. Sentuhan hangat yang penuh kasih sayang, tatapan yang syahdu, dan kata-kata manis dari eommanya. Semua ingatan tentang itu terputar diotakknya ketika dia memandangi benda kecil itu. tapi sekarang benda itu hilang entah kemana.

“Eomma… walaupun benda itu tak lagi ada bersamaku, tapi aku yakin kau selalu bersamaku. Benarkan eomma? Eomma….” tangisan kembali pecah. Dia sadar bahwa sebenarnya eommanya itu tak ada lagi di dunia ini.

“Eomma, katakan pada pria yang kau cintai itu untuk kembali pada dirinya yang dulu. Menjadi appaku yang sangat ku sayangi, menjadi pahlawan bagiku. Menjadi appa yang berusaha selalu ada di sampingku, menemaniku dan mendengarkan ceritaku walau sesibuk apapun dia pada pekerjaannya. Eomma… kenapa appa seperti ini? Apa yang membuatnya berubah seperti itu?”

“Eomma, inikah appa yang sebenarnya? Dia sanagt jahat dengan membiarkanmu, dia tidak mempedulikanmu yang sakit, dia bahkan tidak memberitahukannya padaku. Dia benar-benar jahat eomma….” airmata kembali jatuh dari pelupuk matanya

Gadis itu larut dalam kesedihannya, dia tenggelam dalam ingatan-ingatannya tentang eommanya. Dia sendiri… menagis dalam ruangan yang sepi… tapi hatinya lebih merasa kesepian dibanding ruangan ini, hampa… Entah sampai kapan gadis itu akan mengangis seperti itu.

*****

Hoseok pov

Aku mengalihkan pandanganku dari buku yang ku baca ketika seorang gadis masuk ke dalam kelas. Jalannya begitu lemas, wajahnya seperti tak memiliki semangat, tatapannya kosong. Mataku tak teralihkan dari gadis itu, bahkan ketika dia sudah duduk di sampingku sekarang. Aku menutup bukuku lalu menaruhnya di atas mejaku. Pandanganku beralih padanya.

“Wooren, kau…” Taehyung menghentikan perkataannya begitu menoleh dan melihat wajah gadis itu

“Ya! Kau kenapa?” buku tebal yang semula diangkatnya ke arah gadis itu ia turunkan

“Ani. Gwenchana. Kau mau bilang apa tadi?” mata sembabnya yang terasa berat itu diangkatnya agar bisa menatap Taehyung yang duduk di depannya

“A…a… ige, apa kau mengerti soal yang ini?” Tak ingin ambil masalah Taehyung menaruh bukunya ke atas meja Wooren lalu menunjuk sebuah soal di sana

“Ya! Kau belum mengerjakan pr lagi? Berhentilah dari kebiasaan burukmu itu Taehyung!”

Aku tersenyum tipis. Dalam keadaannya yang seperti itu dia masih saja bersikap seperti itu. Gadis itu benar-benar membuatku tak mengerti dengan dirinya. Hanya dengan melihat matanya yang membengkak itu saja semua orang bisa tahu kalau dia pasti habis menangis semalaman, pasti ada masalah berat yang sedang dialaminya. Gadis itu… gadis dingin yang menyimpan sisi gelap kehidupannya dibalik tatapan tajamnya, Jang Wooren.

“Gomawo. Eh iya, boleh aku bertanya?” Taehyung kembali membalikkan tubuhnya

“Mwo?”

“Apa kau habis menangis semalaman?”

“Aku akan menjawabnya jika kau menjawab pertanyaanku.”

“Apa itu?”

“Apa kau sudah menyelesaikan semua soal-soal itu?”

“Belum.”

“Kalau begitu urusi urusanmu, jangan mengurusi urusan orang lain.”

Kali ini aku benar-benar tersenyum lebar. Wajah datarnya itu menjadi tameng dari setiap perkataan tajam yang diucapkannya. Dia itu benar-benar keren. Mungkin karena sadar sedang diperhatikan dia menoleh menatapku.

“Oh! Tenang saja, aku… sudah mengerjakan pr-ku.”

Dia mengalihkan pandangannya. Biar saja aku terlihat bodoh di matanya. Dia melipat kedua tangannya di aats meja lalu menaruh kepalanya di atasnya kemudian memejamkan matanya. Entah mengapa setiap memandangnya ada sesuatu yang dirasakan oleh hatiku, setiap matanya itu menatapku jantungku berdebar. Mungkinkah aku telah jatuh hati pada gadis dingin ini?

“Sudah dua hari ini Cool girl tidak nampak.” Mataku bergerak memandang Bumjo yang sedang duduk di bangkunya

“Bumjo…” Hyunjae mendekat ke arah Bumjo yang duduk di sampingnya, “Kau sadar tidak? Kalau semenjak Wooren datang ke sekolah dengan mobil Cool girl tak lagi nampak. Bahkan motornya tak ada di parkiran.” Hyunjae melirik ke arah Wooren yang menaruh kepalanya di atas meja menghadapku

“Oh ya, kau benar juga. Akhirnya kedatangan Wooren ke sekolah kita ketahui dengan jelas. Selama ini kita tak pernah tau ataupun melihat kedatangannyakan? Setiap hari tau-tau dia sudah sampai saja di sini tanpa ada yang melihatnya masuk ke gerbang sekolah.” Bumjo memandang Hyunjae dan Il sook yang duduk di atas meja secara bergantian

“Hyunjae, kau ingat waktu itu? Saat kita membuntuti gadis itu ke toilet? Dia menghilang dengan misterius… aku semakin merasa kalau Cool girl itu adalah dia.” Il sook berbisik pada Hyunjae yang duduk di bagku di hadapannya, tapi bisikan itu masih bisa ku dengar. Entahlah apa gadis yang sedang memejamkan matanya ini juga mendengarnya atau tidak

“Hm.” Laki-laki itu mengangguk

“Setelah itu Cool girl langsung tak ada kabarnya, mengilang begitu saja… seperti gadis itu yang menghilang begitu saja di kamar mandi.” Il sook melirik Wooren sekilas

“Tapi kalian tidak boleh berprasangka seperti itu dulu kalau belum membuktikannya.” sela Bumjo

“Iya… kau benar. Tapi jika gadis itu benar adalah Wooren, aku tidak akan terkejut. Sosok gadis itu dan Wooren sama jika diperhatikan secara mendalam. Tatapan matanya, sikap dinginnya. Hanya saja gadis bermasker itu tak pernah ku dengar suaranya jadi aku tidak tau.” Pandangan Il sook tertuju pada gadis di sebelahku

“Ya… aku menyukai gaya gadis keren itu. jika ternyata dia adalah Wooren, itu menjadi sebuah keberuntungan bagiku karena ternyata aku melihat wajahnya setiap hari, wajah yang selalu membuat orang-orang penasaran.” Sama seperti Il sook, pandangan Hyunjae juga tertuju pada Wooren

*****

Still Hoseok pov

Bel istirahat berbunyi. Choi seonsaengnim merapikan bukunya dan segera berdiri.

“Yang terkhir mengumpulkan maka dia harus membawa buku-buku ini ke mejaku.” Beliaupun berlalu

“Wooren, kau sudah selesai? Ayo kita ke kantin.” Hyerim menoleh ke arah gadis yang masih berkutat pada soal dihadapannya

Tak lama Wooren bangun dari kursinya lalu berjalan dengan santai ke meja guru. Saat akan menaruh bukunya ke tumpukan buku-buku yang lain Il sook terlebih dulu menaruh bukunya. Gadis itu berdecak  kesal sambil menatap Il sook.

“Terimalah kenyataannya kalau kau yang terakhir mengumpulkannya.”

Gadis itu menaruh bukunya di atas tumpukan buku yang lain. “Hyerim kau duluan saja.”

“Baiklah.”

Kedua tangannya berusaha membuat celah antara buku paling bawah dengan meja, hendak mengangkatnya.

“Matamu bengkak, kau habis menangis ya?” laki-laki itu memperhatikan gadis di hadapannya

“Ani.”

“Hey, aku tidak sebodoh itu. Kau kenapa?”

“Kalau kau sudah tau mataku begini karena habis menangis lalu kenapa masih bertanya?”

“Aish kau ini. Kau dingin sekali seperti Cool girl.” Si bodoh Il sook sepertinya sedang berusaha menyindir gadis itu. Benar saja, gadis itu menatapnya.

“Kenapa kau jadi menyangkut pautkan ku dengan gadis itu?”

“Begini Wooren-ah, semenjak kau ke sekolah diantar dengan mobil sosok gadis itu jadi tidak jelas, dia tidak datang. Bahkan motornya tak ada di parkiran.”

Apa si bodoh itu tak bisa menutup mulut besarnya itu? Aku beranjak dari tempatku menghampiri mereka.

“Lalu apa masalahnya denganku?” Wooren mengangkat buku-buku itu

“Aku hanya ingin bertanya, apa mungkin gadis itu sebenarnya adalah…”

“Hanya karena Wooren diantar dengan mobil dan motor gadis itu menjadi tak ada di parkiran bukan berarti Wooren adalah gadis itu.” aku memotong perkataan Ilsook sambil merangkul bahu Wooren

“Hoseok?” Il sook menatapku dengan penuh tanya

“Kenapa kau mengganggunya? Lihat! Ada banyak tumpukan buku di tangannya, kau harusnya membantunya.”

“Mianhae Wooren-ah. Maaf juga karena telah menuduhmu.”

Wooren mengangguk. Dia melangkahkan kakinya ke luar kelas dengan tumpukan buku di tangannya. Aku menahan tangan Il sook yang hendak beranjak meninggalkanku.

“Kau jangan berpikiran macam-macam seperti itu padanya. Dan jangan mengganggunya.”

“Aigoo… kenapa kau jadi seperti ini Hoseok?”

“Il sook, berhentilah dari kebiasaanmu yang terlalu hiper pada gosip dan mencampuri urusan orang lain. Kau itu laki-laki bukan perempuan.” Aku menekan dua kata terakhir. Dia hanya diam menatapku. Aku berjalan meninggalkannya. Aku harap si bodoh itu tak menggnaggu Wooren lagi ataupun berusaha membongkar identitasnya.

Woo Ren pov

Aku melangkahkan kakiku setelah eskalator yang ku naiki sampai ke lantai dua. Buku-buku yang ada di tanganku ini lama-lama terasa berat juga. Tapi tidak masalah, sedikit lagi aku akan sampai ke ruang guru dan segera menaruhnya di meja Choi seonsaengnim.

Saat membelok tak sengaja aku menabrak seseorang. Beberapa buku yang ku bawa terjatuh. Laki-laki itu langsung membungkukkan badannya memunguti buku-buku yang berserakan. Rambutnya itu… seperti…

“Mianhae. Ige.”  Ternyata benar

“Oh! Kau?”

“Ne sunbaenim. Aku yang seharusnya minta maaf.”

“Tidak apa. Sepertinya kau sedikit kesulitan membawanya, sini biarku bantu.” Dia mengambil semua buku yang ada di tanganku

“Ah jangan, tidak perlu. Itu merepotkanmu.”

Dia tersenyum, manis sekali. Soekjin sunbae semakin terlihat tampan jika tersenyum seperti itu. Tak salah jika Minah menyukainya. “Kalu begitu kita bagi dua.” Dia mengambil setengah dari tumpukan buku yang ku bawa

“Ah, gomawo.” Dia hanya mengangguk sambil tersenyum padaku

Kami berjalan berdampingan. Tak ada pembicaraan diantara kami. Aku meliriknya sekilas, memangnya dia tahu mau aku bawa kemana buku-buku ini? Kenapa dia tak bertanya padaku? Eh, kenapa aku berharap dia berbicara padaku? Tidak… biarkan saja.

“Mmm… buku-buku ini mau dibawa kemana?”

Akhirnya dia bertanya juga. “Ruang guru. Aku akan menaruhnya di meja Choi ssaem.”

“Ah~” dia mengangguk mengerti

Sesampainya di ruang guru aku langsung menuju meja Choi ssaem. Beliau tak ada di mejanya, mungkin sedang makan. tak perlu berlama-lama aku dan Soekjin sunbae segera keluar dari sana.

“Terimakasih atas bantuannya sunbaenim.”

“Ceonmaneyo. Kau mau ke kantin?”

“Nde.”

“Kalau begitu kita pergi bersama.”

Aku hanya membalas senyumannya. Apa tidak apa-apa? Minah ada di kantin, bagaimana kalau dia melihatnya dan salah paham? Ah biar saja, diakan yang menyuruhku untuk lebih dekat dengan Soekjin sunbae, dan setelah itu mendekatkan Soekjin sunbae padanya. Dia itu ada-ada saja. Hm… bagaimana kalau aku mengajak Soekjin sunbae untuk makan bersama ku dan juga Minah, pasti gadis itu akan senang setengah mati. Ya, ide itu bagus juga.

Sesampainya di kantin kami langsung mengambil makanan. Setelah mendapatkan makananku aku mengedarkan pandanganku mencari Minah, ternyata dia ada di tempat seperti biasa, di dekat tembok. Dia duduk sendirian sambil memakan makanannya. Soekjin sunbae menghampiriku.

“Kita duduk di sana saja sunbae. Kau tak keberatankan jika makan bersama temanku juga?”

“Tentu saja tidak, ayo.”

Saat melangkahkan kakiku tiba-tiba tanganku ditarik seseorang. Untung saja makanan yang ku bawa tidak tumpah karena dia menarik tanganku yang memegang piring. Aku dan Soekjin sunbae menoleh ke arah orang itu.

“Kenapa kau malah makan bersama Jin?” tangan Yoongi masih memegang langanku

“Memangnya kenapa?”

“Kau harusnya mengajakku.”

“Aigoo suga-ya aku tidak bermaksud merebut kekasihmu.”

“Tidak apa Jin. Aku hanya kecewa padanya.” Pandangan Yoongi beralih padaku

“Kau merebut siapa darinya sunbae?” sebenarnya aku tahu apa yang dimaksud Soekjin, tapi aku berpura-pura bodoh. Tentu saja karena aku bukan kekasih Min Yoongi

“Merebutmu dariku.” Yoongi yang menjawabnya

“Aku? Kenapa aku? Tadikan Soekjin sunbae bilang merebut kekasihmu bu…”

“Kau kan yeoja-ku.” potongnya

“Mwo?!” dia berjalan meninggalkanku mengambil makanannya tanpa mndengar perkataan ku, baru saja aku akan mengoceh padanya.

Aku hanya berdiri sambil memasang wajah badmood menunggu laki-laki sok keren itu mengambil makanannya. Seokjin sunbae yang berdiri di sebelahku memperhatikanku sambil tersenyum. Mungkin aku terlihat lucu di matanya. Tak lama orang yang menyebalkan itu datang. Langsung saja aku berjalan ke tempat Minah duduk.

Kepala Minah terangkat begitu kami datang. Aku langsung menarik bangku di hadapannya. Gadis itu nampak bingung dengan apa yang ada di depan matanya. Begitu melihat Soekjin sunbae dia langsung menunduk, sepertinya dia salah tingkah.

“Mmm nona, bisa kau geser? Aku ingin duduk di hadapan yeoja-ku.” tanpa basai-basi Minah langsung menggeser tempat duduknya sambil tersenyum pada Yoongi. Tadi dia bilang apa? Yeojanya? Siapa? Aku? Hah… orang ini.

Pandanganku dan Minah bertemu, tatapannya seolah bertanya tentang apa yang tengah terjadi. Entah mengapa tiba-tiba matanya beralih pada Soekjin sunbae, dia tersenyum dengan manisnya. Begitu ku lihat ternyata Soekjin sunbae tengah tersenyum pada Minah. Tanpa sadar aku tersenyum menahan tawaku melihat mereka. Pasti Minah sedang berbunga-bunga, mungkin setelah ini dia akan mentraktirku karena saking senangnya.

“Ya! Gadis anggrek, kenapa kau senyum-senyum seperti itu?” aku mengalihkan pandanganku pada Yoongi, “Tidak apa-apa.” Aku menyumpit telur dadarku lalu memakannya

Sekarang Minah dan Soekjin sunbae sudah berhadapan. Tapi tak ada obrolan diantara mereka, Soekjin terlihat santai, sedangkan gadis yang sedang jatuh cinta itu terlihat sangat kaku. Hm… bagaimana cara memulainya? Agar mereka bisa menjadi akrab. Apa aku harus memancingnya?

“Mmm sunbae.” Aku menoleh ke arah Soekjin yang duduk di sebelahku, “Menurutmu mana yang lebih baik, gadis dingin atau gadis yang manja?”

Seokjin menoleh menatapku. Sambil mengunyah dia berfikir untuk menjawab pertanyaanku. “Mmm entahlah, aku tidak suka gadis manja. Tapi gadis yang dingin juga terlalu susah untuk di dekati.”

“Apa maksudmu kau menyukai gadis yang manis dan feminim, seperti itu?”

“Hm, tentu saja. semua laki-laki menyukai gadis seperti itu.”

“Ah~” aku mengalihkan pandanganku pada Minah sambil tersenyum. Dia menatapku penuh tanda tanya. Teman, aku sedang berusaha mendekatkanmu dengan pujaan hatimu ini.

Aku kembali memakan makananku. Haduh susah juga menjalani pekerjaan ini. Bagaimana caraku memancingnya? Bagaimana caranya agar mereka berbicara. Jelas aku tak handal dalam hal ini, aku saja tak pernah mendekati laki-laki lalu bagaiman aku mendekatkan laki-laki untuk perempuan lain? Eh tapi bagaimana dengan Namjoon? Kasihan juga laki-laki itu. Siapa yang harus ku pilih? Membantu Namjoon atau Minah? Selama ini Namjoon sudah bersikap baik padaku, tapi… Minah adalah teman baikku.

“Lalu laki-laki bagaimana yang kau sukai Wooren?”

Aku menoleh cepat, “Oh?” kenapa Soekjin menanyakan hal itu?

“Aku… aku suka laki-laki yang sopan dan bersikap lembut pada perempuan.”

“Apa ada laki-laki yang seperti itu ada di matamu sekarang?”

“Ada.”

“Siapa?”

“Kau.” Yoongi hampir saja menyemburkan makanannya. Hampir sama dengan Yoongi, Minah terbatuk-batuk dan dia langsung menyeruput jus jeruknya. Sedangkan Soekjin sunbae hanya menunjukkan ekspresi terkejutnya, sedetik kemudian dia tertawa kecil.

“A… Tapi aku tak bilang kalau aku menyukaimu.”

“Iya, tidak apa.”

“Ya! Gadis anggrek! Apa aku ini tak sopan dan lembut?” Yoongi menatapku dengan kesal

“Sopan? Hm… bagaimana ya? Kau masuk ke dalam rumahku tanpa izin dariku, memaksaku untuk pergi berkencan dengan mengancamku. Soal lembut… Hah! Lembut apanya? Kau selalu merikku dengan paksa sesuai kemauanmu kau bahkan sering berteriak dan membentakku.”

“Aish kau ini.” dia menyenderkan punggungnya

“Lalu sunbae, apa saat ini di matamu ada gadis yang sesuai seperti yang kau katakan?”

“Sebenarnya banyak gadis yang seperti itu. Tapi aku belum menempatkan htaiku pada siapapun.”

Aku mengangguk mengerti. Aku tak memepedulikan Yoongi yang saat ini sedang memperhatikanku dengan kedua tangannya yang terlipat di depan dadanya. Pandanganku tertuju pada Minah yang sedang memakan makanannya sambil menunduk. Sepertinya gadis itu benar-benar salah tingkah, dia itu manis sekali.

“Minah, bagaimana denganmu?”

Dia langsung mengangkat kepalanya, “Bagaimana apanya?”

“Laki-laki yang bagaimana yang kau sukai?”

“Apa? A-a-aku… aku menyukai laki-laki yang bersikap manis, baik hati dan murah senyum.”

“Lalu apa kau tak punya ciri-ciri khusus untuk itu?”

“Dia… laki-laki berkulit putih, bermata cokelat, tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu pendek, dia punya senyum yang tulus.”

“Jadi apa maksudmu kau sudah menemukan orang itu?”

Mata dan mulutnya terbuka mendengar pertanyaanku. Hahaha maaf teman, ini hanya sebagian rencanaku saja. Soekjin sunbae memandang ke arah Minah, wajahnya tenang, menunggu jawaban dari gadis itu. “I-iya.” Minah tertunduk dalam

“Ah~ kau ini manis sekali Minah… jangan bertingkah seperti itu, aku jadi gemas padamu chingu.” Aku melirik soekjin, “Sunbae, apa kau juga merasa begitu? Temanku itu manis sekali bukan?”

Soekjin tersenyum menatap Minah, “Iya.” Minah mengangkat kepalanya menatap Soekjin.

Hahahaha. Dapat! Akhirnya… sekarang tinggal bagaimana caranya agar mereka saling berbicara? Aku tersenyum melihat mereka berdua. Aku harap senyum Soekjin sunbae itu punya arti tersendiri. Senyumnya itu benar-benar tulus, aku senang melihatnya. Tiba-tiba Yoongi bangun dari bangkunya. Dia menarik tanganku sampai akupun ikut terbangun dari kursi.

“Jin, bisa kau temani Minah? Aku ada urusan dengan yeoja-ku ini.” dia menekankan kata ‘yeoja’. Apa maksudnya? Tanpa menunggu jawaban dari Soekjin dia menarikku pergi.

-TBC-

 

Hai ^^

Maaf ya kalau cerita ini jadi ga jelas atau nyebelin. Sebenernya ini cerita udah lama banget aku buat, hampir setahun yang lalu jadi aku uadh lupa sama jalan ceritanya. Aku udah buat 20 chap (kalo ga salah) dan itupun terakhir aku liat yang tahun lalu jadi maaf ya kalo ceritanya ngawur kemana-mana.

Aku berharap ada yang mau memberi kritik dan saran atau semacmnya, tapi buat aku sekarang cukup banyak yang baca aja aku udah bersyukur. Ya seengganya cerita buatanku ga sia-sia amat hehe..

About BlueChip

Just a normal noona fan who can't resist 97 line(?)

9 thoughts on “FF/ DARK BLUE DREAMCATCHER/ BTS-BANGTAN/ pt. 11

  1. maaf thor baru komen skrg :3 d tunggu chapter selanjut.a, jgn lama2 thor nanti gue bs lumutan nunggu.a *apa’n sih-_-

Leave a comment