FF/ THE PART OF SIXTH SENSE/ BTS-bangtan/ pt. 4


Title                       : THE PART OF SIXTH SENSE / Part 4 /
Author                  :
SonDaenaPark97
Main Cast
            :

  • Baek Naera (OC/YOU)
  • Kim Taehyung/V (BTS)
  • Kim Seok Jin (BTS)

Other Cast          :

  • Han Yoonmi (OC)
  • Jeon Jungkook (BTS)
  • Jung Daehyun (BAP)
  • Byun Baekhyun (EXO)
  • Other member of Bangtan

Length                  : Chaptered
Genre                   : Supranatural, School-life, Fantasy, Romance, Friendship, Family, etc.
Rating                   : PG-15

Warning              : TYPO BERTEBARAN! KRITIK DAN SARAN SANGAT DIBUTUHKAN^.^

Happy reading~

Summary            :

 

“Apa yang sedang kau lakukan….. honey?”

 

Disclaimer          : The story is pure mine and the cast is belong to GOD. Don’t copy my idea.
Part ini cukup panjang. Semoga pas baca kalian gak ngerasa bosen ya readersdeul hehe^^ Okelah, Happy reading~

 PicsArt_1404800453848

.

.

 

“Baekhyun hyung, aku menemukannya.”

Seseorang yang sedang bermain-main dengan sebuah bola air di tepi danau sedikit terjingkat ketika marasakan seseorang menyebut namanya secara tiba-tiba. Bahkan bola air yang sempat melayang diudara layaknya gelembung itu, kini sudah pecah dan langsung terhempas ke dasar danau.

“K-kau?! bisakah kau tidak selalu muncul secara tiba-tiba begini, huh?” orang yang barusan dipanggil Baekhyun itu mulai menggurutu dan menatap sebal seorang lelaki yang sudah bediri di hadapannya.

“Aku menemukannya.” Ulangnya lagi.

Baekhyun mengerutkan keningnya, “Apa maksudmu?” Ia nampak sedikit berfikir dan mulai menyadari sesuatu. “Ah iya, sejak kapan kau kembali dari bumi? apakah tugasmu menjaga anak bernama Naera itu sudah selesai?”

“Bukan, bukan itu tujuanku kemari.” Orang itu menghela nafasnya dengan berat, “Daehyun hyung, Aku sudah menemukannya.” Ulangnya untuk ketiga kali.

Disisi lain, Baekhyun sontak membulatkan matanya. Rahang tegasnya segera turun dengan tatapan tak percaya. “Sungguh? Lalu kenapa kau tak membawanya kemari, V?!” Tanyanya sudah tak sabar. “Ayah harus segera tahu hal ini!”

“Jangan! kumohon rahasiakan ini darinya.” V secepatnya menahan bahu Baekhyun yang sudah siap beranjak itu dengan kuat. Ditatapnya V penuh pertanyaan.

“Daehyun hyung adalah orang yang selama ini berada di sekitar Naera. Dialah yang mengadopsi gadis itu.”

Baekhyun berusaha mencerna perkataan Taehyung dengan seksama. Ia memang tahu perihal tugas V yang disuruh untuk menjaga gadis bernama Naera karena kesalahan ayah mereka, atau tentang Daehyun yang ingin menjadi manusia seutuhnya di bumi. Tapi untuk selebihnya, ia memilih tak ikut campur. Yang ia tak mengerti, bagaimana bisa Daehyun yang mengadopsi Naera?

“Kurasa, Daehyun hyung ada hubungannya dengan semua ini dari awal. Ini bukanlah unsur ketidak sengajaan. Ada yang aneh….” Dahi V berkerut. Menandakan dirinya sedang terlibat suatu pemikiran.

Ditempatnya, Baekhyun menanti agar orasi V segera keluar saat ini juga. Kendati sosok tampan berjubah putih itu belum benar-benar paham maksud saudaranya tersebut, ia kembali terdiam dengan sorot mata teduh. Ia butuh penjelasan.

“Kau tahu kan apa yang ayah katakan saat itu padaku? Dia bilang jika tugasku menjaga Naera adalah sebuah takdir. Tidak kah menurutmu, seharusnya ada penjelasan rinci mengapa ini merupakan takdirku?”

Baekhyun akhirnya mulai mengerti arah pembicaraan ini. Ia mengganggukkan kepala sejenak. “Kau benar. Apakah ramalan yang pernah disampaikan Ayah itu akan terjadi?”

V mengganggkuk ragu. Matanya yang menyala merah itu segera menatap Baekhyun dengan penuh keyakinan. “Hyung, aku butuh bantuanmu.”

 

 

Apakah siluman, iblis, hantu, jin, atau mahkluk kasat mata jenis lainnya kau mengganggapnya ada? Pernahkan kau berfikir jika mereka juga hidup disekitarmu seperti manusia selayaknya? Apa yang mereka makan, apa saja yang dilakukannya, dan apakah mereka berbahaya bagi manusia? Mungkin jika kau penasaran dengan pembahasan tersebut, kau akan bertanya demikian.

Sebagian orang mungkin sangat kuat meyakini keberadaan merekahingga saat ini. Tak peduli di jaman apa sekarang kita bernaung.

Di hidup ini kita mengenal dua buah kata yang meyebutkan pro dan juga kontra. Itu sudah paten menjadi garis alam. Ini artinya, pasti tak sedikit orang menanggapi para makhluk itu hanya sekedar mitos belaka. Dan pastinya banyak pula yang enggan meluangkan waktu hanya untuk mempercayai keberadaan mereka barang sedikit ataupun sekedar menerka-nerka dimana keberadaannya.

Namun, tahukah kau jika kehidupan di bumi sesungguhnya tercipta alam lain yang dikecimpungi oleh ‘mereka’? Alam kelam yang mungkin saja memiliki kehidupan sama dengan manusia. Bedanya, mereka sudah terikat akan sebuah peraturan keras dan perjanjian. Sebagian dari mereka pun, tak jarang mendapat tugas untuk menggoda atau sekadar menguji manusia di bumi. Konon, ratusan tahun silam―

 

“Taehyung, bisakah kau berhenti membaca buku tahayul itu? ada baikknya kau membantuku kali ini.” teguran dingin menggema di pendengaran Taehyung. Gadis itu─Naera─ tengah memilah-milah buku di sebuah rak yang memiliki tinggi dua kali lipat darinya.

Mendengar protes Naera, Taehyung berdecak. Kenapa ia harus mengganggu keseriusan dirinya yang sudah mendalami buku bacaannya ini?

“Bukankah kau ini memiliki sixth sense? Lalu, kenapa kau bilang buku ini adalah tahayul, hm?” Taehyung memukulkan buku itu ke arah kepala Naera yang hanya dibalas gadis itu dengan mengaduh.

“Itu benar. Tapi sixth sense milikku hanya bisa melihat masa depan serta membaca pikiran manusia. Untuk mengetahui perasaan orang lain atau melihat makhluk astral, aku tak bisa. Ada juga orang pemilik sixth sense yang bisa melihat hantu, tapi tak bisa melihat masa depan. Begitupun sebaliknya.” ia membalik lembaran di salah-satu buku tebal dalam genggamannya. “ Tapi setahuku, tak jarang juga orang sejenis itu yang bisa melakukannya sekaligus, apa saja. Kami ini memiliki tingkat kemampuan masing-masing.” Lanjutnya lagi.

Taehyung menggangguk tanda mengerti. Ia mulai mengikuti gadis itu sesudah kembali mengembalikan buku yang sempat dibacanya barusan. Diletakkannya benda berlapis itu di sela rak yang diatasnya terdapat tulisan ‘Supranatural’. Buku-buku dalam rak itu terlihat masih baru dengan sampulnya yang rapi—tanda tak pernah tersentuh—. Memangnya siapa yang mau membaca buku macam begitu? Di era modern seperti ini tentu sangat sulit memperayai hal-hal yang dianggap tahayul oleh kebanyakan orang.

Hari ini di jam istirahat kedua, Naera juga Taehyung mencari buku pengetahuan untuk bahan tambahan tugas mereka. Lee Jinki, yang merupakan guru sejarah di kelas XI baru saja memberi tugas kelompok untuk membuat karya ilmiah tentang ulasan sejarah korea di era Dinasti Joseon. Merasa pembahasan di buku pejalaran kurang lengkap, jadilah kini keduanya sibuk di perpustakaan sekolah guna menemukan buku yang mungkin dirasa sesuai sebagai penyempurna materi.

“Aku tak habis fikir kenapa harus ada pelajaran sejarah. Kenapa kita harus dituntut untuk mempelajari sesuatu yang bahkan sudah terjadi. Menyebalkan” gerutu Taehyung. Di laluinya buku-buku tebal nan usang itu dengan enggan. Ia merasa mual.

“Dengan sejarah, kita dapat mengkonsepsikan kehidupan dalam perjalanan waktu sebagaimana sudah lazim menjadi kebutuhan manusia untuk menempatkan dirinya dalam perjalanan waktu. Jika kita tidak tahu apa yang terjadi sebelum kita lahir, berarti kita tetaplah anak kecil. Dengan ini, kita juga menjadi tahu bagaimana proses perkembangan kehidupan di bumi yang mengapa terjadi perubahan disetiap jamannya.” Jelas Naera panjang lebar sambil memilah buku di rak bawah tanpa menoleh ke arah Taehyung sedikitpun.

Sedangkan laki-laki itu melongo. Ya, sepertinya tadi pertanyaannya itu salah. Lebih tepatnya salah berucap. Otak Naera yang memang kelewat cerdas pasti mampu memaparkan meskipun Taehyung sendiri tak berniat untuk meminta penjelasan mengenai ‘mengapa kita harus belajar sejarah’. Tadi itu, ia hanya sekedar mengeluh.

“Kau juga harus tahu jika sejarah telah menyatukan semua perbedaan di kehidupan ini. Bila sejarah dipandang dari segi―” belum tuntas Naera membahas tentang betapa pentingnya sejarah, Taehyung sudah lebih cepat membungkam bibir gadis itu dengan telapak tangannya.

“Bisakah kau berhenti bicara? Aku tahu kau pintar, Naera. Tapi ada baiknya kau tak usah pamer.” Taehyung mendelik, bermaksud agar Naera paham dan benar-benar mengunci mulutnya saat ini juga.

“Hey, apa yang kalian lakukan?”

Mendengar sebuah suara lain menyela diantara mereka, sontak Taehyung dan Naera saling bertatapan dan segera menoleh ke asal suara yang terdengar tak jauh dari mereka.

Naera yang mengetahui siapa sosok itu, segera menghempaskan tangan Taeyung diatas mulutnya dengan sembarang arah. Sedangkan Taehyung yang kurang suka dengan kehadiran orang itu hanya mengumpat. Mau apa dia kemari?

Annyeong sunbae.” sapa Naera seraya membungkuk dan tersenyum ramah. Taehyung dapat melihat sikap manis Naera tersebut dari ekor matanya. Entah kenapa ia merasa tak suka dengan perilaku Naera kali ini.

Orang itu adalah Kim Seok Jin, yang kini terdiam dan sedang mengusir kecurigaannya terhadap Taehyung. Karena apa yang barusan dilihat, membuat pikirannya menjadi berpikir yang tidak-tidak.

Sunbae?”Naera menyentuh lengan lelaki itu untuk menyadarkannya dari lamunan.

“Eh, ya?” Jin tersentak. Naera menaikkan sebelah alisnya untuk menitahkan agar dirinya kembali bicara. “Em― aku kesini karena ada perlu dengan Taehyung, temanmu.” Jelasnya kemudian.

“Kalian saling kenal?” Tanya Naera terkejut.

Taehyung hanya menggangguk malas. Sedangkan Jin terlihat sangat antusias. “Ya benar. Aku merekomendasikannya untuk bergabung ke klub basket. Kau tahu sendiri ‘kan bagaimana penurunan prestasi basket kita semenjak kepergian Yoongi? Kupikir Taehyung adalah orang yang berbakat.” Runtunan kata yang diucapkan Jin awalnya santai saja. Namun saat ia menyadari sesuatu ia langsung mengutuk dirinya sendiri. Tunggu dulu. Apa baru saja ia menyebut nama Yoongi dihadapan Naera? Oh bodoh sekali kau Kim Seok Jin! ini sama saja menarik Naera dalam keterpurukannya.

“M-mian Naera aku tak bermaksud―”

“Mian untuk apa sunbae?” potongnya sesopan mungkin. Ia tak ingin Jin merasa bersalah hanya gara-gara salah bicara. Ia tahu jika sunbaenya itu melakukannya tanpa sengaja.

“Kau orang yang saat itu nyegat aku pas pulang sekolah itu ya?” Taehyung segera menyela, alih-alih untuk mencairkan suasana. Upaya Naera yang mencoba untuk terlihat baik-baik saja, tak dapat membohongi penglihatan Taehyung.

Taehyung berhasil. Kini, Jin juga Naera telah sepenuhnya menaruh pandang untuknya. Jin pun terkekeh. Nyegat? Kenapa kata itu seperti tak enak didengar? Dari bicaranya saja, Taehyung memang tak punya sopan-santun. Bukankah ia sudah tahu jika lelaki tampan berambut merah gelap itu merupakan sunbaenya?

“Hahaha, kau benar. Tadi aku mencarimu ke kelas. Tapi kata teman-temanmu, kau sedang disini bersama Naera.”

“Oh.” Taehyung cuek.

“Sepulang sekolah kau ada waktu tidak? Kami akan melakukan seleksi untuk pemilihan anggota baru. Kebetulan, peminat basket sekarang ini cukup banyak dan perlu diadakannya penyaringan.”Jelas Jin ramah. Bagaimanapun perilaku Taehyung padanya, ia tak merasa tersinggung.

“Kenapa harus mendadak begini?” tukasnya sedikit tak setuju. Ditariknya bangku yang berada di sisi meja panjang lalu ia duduki sembari melipat tangan didada.

Naera yang menilai Taehyung sudah kelewat kurang ajar itu, hendak ingin memukul kepala Taehyung dengan kepalan buku sejarah. Tapi niat itu diurungkan begitu saja karena menggingat dimana keberadaannya saat ini.

Ya benar. Semenjak gadis ini sering menghabiskan waktu dengan Taehyung, ia jadi sangat dekat dengannya. Apa mereka sudah berteman baik sekarang? Itu mungkin saja. Yah, walaupun mereka juga tak jarang untuk terlibat cekcok kecil di setiap harinya.

Setidaknya dengan ini, Taehyung merasa senang karena perlahan Naera bisa merubah sikap untuk lebih akrab dengannya.

“Oke, maafkan aku yang saat itu lupa memberitahu mu. Bahkan yang kubilang jika besoknya akan menemui mu juga tak jadi dikarenakan aku tak sempat” Ada jeda beberapa saat “Jadi, bagaimana?” Jin akhirnya mencoba peruntungannya kembali.

Taehyung nampak berfikir sejenak sebelum akhirnya mengiyakan. “Baiklah.” Tak ada salahnya kan ia mencoba permainan basket yang sebelumnya sudah menarik perhatiannya? Toh sepulang sekolah ia tak memiliki tujuan lain selain pulang ke apartemennya.

Mendengar itu, Jin tersenyum royal. Ia mengalihkan tatapannya pada Naera. “Oh ya, kau sendiri sedang apa disini, Naera?” Jin mendekati gadis itu sambil memperhatikan buku-buku tebal yang dibawanya.

“Oh ini. kami baru saja diberi tugas ole Jinki saem—“

“Pasti disuruh bikin ulasan tentang Dinasti Joseon, ya?” potongnya cepat. “waktu kelas XI, aku juga diberi tugas yang sama. Guru baby face itu terkadang memang menyebalkan.” Lanjutnya lagi untuk mejawab tatapan Naera yang sepertinya ingin tahu kenapa Jin mudah menebaknya.

Sedangkan Taehyung yang merasa seperti nyamuk diantara keduanya hanya menekuk wajah seraya sibuk memolak-balik majalah sekolah yang kebetulan tergeletak diatas meja tanpa berniat membacanya.

“Oh”

“Lalu, sekarang lagi nyari bahan penyempurna materi?” Tanya Jin yang melihat tumpukan buku di genggaman Naera.

Naera menggangguk. “Tapi sepertinya tak ada yang pas diantara buku-buku ini.” Ia terliat frustasi.

Jin lagi-lagi tersenyum . Lelaki ini memang terkenal dengan sikap ramah juga senyuman manis yang selalu melekat di wajahnya. “Kau jangan khawatir. Sunbae ada kok buku-buku yang mungkin sesuai dengan pelengkap materi. Kau bisa memilihnya. Mumpung besok minggu, bagaimana kalau kau kerumahku? akan kujemput.”

Mendengar itu, entah kenapa Taehyung segera bangkit dan langsung menyela. “Apa? Kau menyuruh Naera kerumahmu hanya untuk itu? kenapa tidak kau bawakan saja buku-buku itu kerumahnya lalu pulang.” semburnya tak santai. Meskipun tadi ia tak ikut nimbrung, bukan berarti tak memperhatikan percakapan mereka berdua. Detik selanjutnya, ia merasa telah melakukan kekonyolan. Apa barusan ia terlihat tak terima karena Naera akan ke rumah Jin? itu artinya mereka akan berduaan disana. Ah, ayolah kenapa kau harus seperti ini Taehyung?! Ia segera menggeleng kemudian berdeham untuk meminimalisir rasa malunya.

“Emm begini saja. Nanti setelah pulang dari basket, aku saja yang ke rumahmu untuk mengambil buku itu.” tawarnya pada Jin.

Jin dan Naera hening ditempat karena melihat Taehyung yang terkesan ribet sendiri.

“Oh ayolah. Apa ada yang salah dengan ucapanku? Bukankah kita satu partner, Naera? Biar kali ini aku yang mencari tambahan materi.”

Naera mengangkat kedua bahunya, “Terserah saja.”

Percapakan mereka akhirnya terhenti kala terdengar bel tanda masuk berbunyi melalui speaker yang tertera di sudut ruang perpustakaan. Dengan cepat, mereka segera keluar lalu terpisah di pertigaan yang memisahkan antara gedung barat dan gedung timur. Tentunya Naera bersama Taehyung, dan Jin sendirian.

Dirasa kedua hobaenya itu sudah berjalan jauh memunggunginya, Jin berhenti dan memperhatikan keduanya dengan lamat.

Dilihatnya Taehyung mencubit pipi kiri Naera sambil tertawa. Namun hal itu berujung dengan pukulan Naera yang mendarat keras di lengan Taehyung. Lelaki itu akhirnya sukses mengaduh kesakitan seraya mengelus lengannya yang sakit.

“Apa hubungan mereka?”

 

“Hey Jin! kemana saja kau, huh? Lama sekali guru centil itu modus padamu.” seseorang segera menyambutnya dengan rangkulan di pundak.

“Apa aku terlambat?” tanyanya sembari mendekat ke sudut lapangan basket dimana kawan yang lain sudah menunggu kedatangannya sejak tadi.

“Oh man, apa kau baru saja mengabaikan pertanyaanku? Kenapa kau malah balik bertanya?” Hoseok, lelaki yang semenjak tadi merangkul pundak sahabatnya itu mendesis.

“Oke aku minta maaf.”

“Kenapa kau tak langsung pulang saja? seleksi sudah selesai bodoh.”

“Ayolah Jiminnie, wajah mu terlalu imut untuk jengkel padaku.” Jin sama-sekali tak peduli dengan Jimin yang mempoutkan bibir sembari bersandar di bawah ring dengan berkacak pinggang.

“Terserah kau” kini anak itu mengangkat tangannya asal untuk menerima high five khas dari Jin. Sebagaimana hal ini merupakan kebiasaan anggota Bangtan Boys apabila bertemu.

Sedangkan Namjoon cuek saja sambil memutar-mutar bola basket dengan ujung telunjuknya. Ia bahkan sengaja memunggungi Jin tanpa sekalipun berniat menghiraukan. Rupanya, ia masih betah berseteru perihal perdebatan saat di makam Yoongi. Itu sudah lama berlalu. Seharusnya, sebagai ketua ia tak boleh bersikap seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi? Beginilah Namjoon jika sudah benar-benar kesal. Ia sejujurnya bukan tipe pemarah ataupun egois. Namun apabila seseorang memancingnya ―dalam segi sudah keterlaluan menurut anggapannya―, ia tak segan menjauhi orang tersebut. Dan hal ini berlaku bagi siapa saja. Tak terkecuali sahabatnya sendiri.

Hyung, siapa orang yang bersamamu itu?” Suara Jungkook memecah suasana. Bahkan kini Jimin, Namjoon, beserta senior klub basket lainnya segera menoleh mencari sosok yang dimaksudkan. Ternyata Hoseok juga baru menyadari ada orang lain di belakangnya.

Hoseok menunjuk orang itu menggunakan dagunya. Mengisyaratkan bahwa dirinya sedang mendukung pertanyaan Jungkook.

“ Perkenalkan, dia adalah hobae yang akan ikut seleksi basket. Namanya Kim Taehyung. ” Ujar Jin enteng. Membuat yang lain melebarkan mata kearahnya. Sedangkan Taehyung tetap memasang wajah tak berdosa.

Mwoya? Hey hey, seleksi ini sudah selesai Kim Seok Jin.” Celetuk Minhyun yang merupakan salah satu dari panitia seleksi. Ia sudah bangkit bersama Aron dan hendak beranjak. “Aku mau pulang saja.” Ia menyeka peluh yang membanjiri pelipis. Sedangkan Jin mengangkat bahu tanda tak mempermasalahkan. Toh Minhyun tak begitu berperan dalam seleksi ini.

“Apa kau terlambat karena menunggu anak itu?”

“Tentu tidak. Ini salahku karena menyuruh dia menunggu saat Shin saem memanggilku ke kantor. Kupikir keperluanku hanya sebentar, namun ternyata malah menghabiskan banyak waktu. Aku minta maaf.” jelasnya meyakinkan. “Ayolah, beri dia kesempatan.”

Kalau saja Jin peka, sepertinya hari ini ia sudah mengucapkan kata maaf lebih dari dua kali. Padahal sebenarnya, alasan yang baru saja dikatakannya tidaklah 100% benar. Jin tadi memang dipanggil guru Shin―guru yang selalu meminta bantuan tak jelas dari Jin dengan berbagai alasan. Itu sebabnya Hoseok menyebutnya sebagai guru centil― Tetapi ia sendiri sudah berpesan kepada Taehyung untuk langsung kelapangan basket. Bukannya menurut, Taehyung malah berkata, “Kau ini bagaimana? Kau sudah mengabarkan seleksi ini secara mendadak lalu kau menyuruhku sendiri kesana? Aku tak mau. Lebih baik aku menunggumu disini.” Mau tak mau, Jin mengabulkan permintaan Taehyung. Karena jika dipikir-pikir ia juga sudah salah terhadapnya. Dan hal ini bukan menandakan bahwa Taehyung merasa minder untuk ikut seleksi sendiri. Melainkan, ia malas jika harus ditanya-tanya nantinya. Ia lebih memilih bersama Jin karena dianggap bisa menjadi juru bicaranya. Oke cukup. Taehyung memang sudah keterlaluan.

“Mana bisa begitu!” bantah Jimin.

“Kalau dia memang merasa pantas untuk bergabung dengan anggota team basket ini, biarkan dia melawanku. One by one” Tantang Namjoon dingin setelah sedari tadi ia hanya diam. Dilemparkannya bola basket tersebut secara tiba-tiba ke arah Taehyung. Jika tangan anak itu tak reflex menanggap bola, mungkin benda bulat itu sudah menghantam keras wajahnya.

Kini seluruh mata tertuju pada Namjoon dengan tatapan ngeri. Sepertinya akan ada yang seru setelah inipikir mereka.

“kelihatannya kau sudah berpengalaman dalam basket.” Namjoon tersenyum kecut. Melihat ekspresi datar Taehyung sejak tadi yang telihat tak memiliki sopan santun, membuatnya sangat penasaran dengannya. Terlebih ketika Taehyung enggan membuka mulut dengan tangan tetap dimasukkan kedadalam saku celana. Kenapa gayanya sombong sekali?

“Kau bercanda?” Jin berkilah.

Ia menatap Jin sekilas. “Apa aku terlihat sedang bercanda?”

Tanpa arahan, yang lain tak terkecuali Jin segera menyingkir keluar lapangan seolah mengerti maksud lelaki jangkung itu dan memilih menjadi penonton di sana. Meninggalkan keduanya di lapangan yang luas itu. Entah sejak kapan hawa kini terasa sedikit berbeda. Semenjak mengganti posisi Yoongi, Namjoon memang lebih dihormati dari sebelumnya.

 

“Jadi seperti ini ya bola basket? Ternyata ukurannya lebih besar dari yang kubayangkan.”

Apa-apaan ini. Apa Namjoon salah dengar? Barusan adalah suara Taehyung. Lelaki itu memperhatikan sang bola seakan sedang melihat sebuah penemuan baru.

“Ajari aku dulu bagaimana memain―hey!” ucapan Taehyung terpotong ketika bola dengan cepat sudah pindah tangan. Dengan gerakan gesit, Namjoon mendribble bola beberapa kali dan membawanya ke arah ring.

“Apa-apaan ini? Baiklah jika kau memaksa.” Taehyung yang merasa tak terima karena Namjoon telah mengambil kesempatan saat ia sama sekali belum siap atas pertandingan ini, dengan gerakan cepat mulai mengejar. Ia memang tak tahu bagaimana permainan basket, namun saat melihat cara lawannya bermain, ia nampak langsung paham. Ini bukan tidak mungkin mengingat Taehyung bukanlah makhluk sembarangan.

Bola masih aman dalam jangkauan Namjoon walaupun ia sudah berusaha merebut. Hingga seperkian menit berikutnya, Namjoon melakukan lay up sempurna dengan hasil bola meluncur masuk ke dalam ring. Bingo! skor petama telah diraihnya.

Tepuk tangan pun terdengar. Dan Jin merasa khawatir sekarang. Memang mustahil untuk pemula seperti Taehyung bisa mengalahkan Namjoon yang notabenya adalah sang master.

“Ah ternyata kau sama saja dengan pecundang lainnya.”

Ucapan Namjoon seketika membuat dada Taehyung memanas. “Kita buktikan perkataanmu.”

 

Sebelumnya bola terus pada Namjoon hingga pertandingan terasa monoton, seakan-akan endingnya sudah ditebak. Tetapi setelah 15 menit terlalui, sang bola sudah beralih dalam kendali Taehyung. Sulit dipercaya dalam waktu yang terbilang singkat tersebut, ia berkali-kali mengambil skor dan meninggalkan Namjoon jauh dibelakang.

“Lihat, siapa yang sebenarnya pecundang.” Taehyung menyeringai puas ketika ia lagi-lagi berhasil melakukan lay up dengan melakukan tiga putaran di udara dan dengan gagahnya sang bola masuk tepat kedalam ring. Diluar, yang lain terlihat menegang. Permainan ini nampaknya semakin mencengangkan. Mereka sendiri binggung mau mendukung yang mana. Kapten mereka, atau pemuda baru itu? Taehyung bermain dengan gerakan cepat, gesit, namun tanpa nafas terengah-engah. Membuat mereka jadi lebih terfokus pada dirinya.

Namjoon pun semakin liar. Ia tak lagi mengindahkan peraturan yang benar dan tak peduli lagi bagaimana ia melakukan aksinya. Yang terpenting baginya, ia dapat mengalahkan hobaenya itu.

Sryaaat

“akh!”

“Taehyung!” teriak Jin panik dari kejauhan. Dilihatnya Taehyung tersungkur sambil memegangi lututnya. Ia meringis menahan sakit. Hoseok, Jimin, juga Jungkook ikut merasa terkejut dan khawatir. Mau mendekat, tetapi takut jika Namjoon saat ini sedang memuncakkan emosinya.

Akan tetapi, pemandang tersebut tak bertahan lama ketika Namjoon mendekati Taehyung sembari mengulurkan tangan. Tanpa berfikir dua kali, Taehyung dengan gamblangnya menerima uluran itu dan langsung berdiri.

“Kau sudah membuktikan kesombonganmu.” Diluar dugaan, Namjoon menepuk pundak laki-laki tu.

Taehyung masih tak mengerti. Apa maksudnya? Apa orang dihadapannya ini puas karena sudah membuatnya terluka. Karena jelas-jelas tadi kakinya sengaja di jegal hingga ia jatuh tersungkur.

“Kau tidak kenapa?” Jin sudah berada diantara mereka dan juga di susul yang lain. “Yaak Namjoon, Apa yang kau lakukan padanya?!”

Namjoon hanya cuek sambil membopong bola basketnya, “Bilang padanya jika dia resmi masuk team basket kita.” Ucapnya bersamaan dengan langkahnya yang mulai menjauh.

“A-apa?”

“Hey bung, Permainanmu tadi itu sangat keren!” Hoseok menyenggol lengan Taehyung seraya meneguk cola miliknya.

“Benarkah?”

“Itu benar! Apa kau sudah berlatih sangat lama?” Tanya Jungkook antusias. Ia rubah posisi duduknya itu tepat mengahadap Taehyung.

“Tadi itu permainan pertamaku.” Ia sedikit memundurkan kepalanya karena merasa risih ditatap Jungkook dengan tatapannya yang terkagum-kagum.

“Hahaha. Kau punya selera humor yang tinggi rupanya. Tak usah terlalu merendah diri begitu.” Timpal Jimin tertawa. Diraihnya cola milik Hoseok diam-diam lalu diteguknya sampai habis.

“Kalian terlalu membuatnya binggung dengan segala pertanyaan kalian yang tak penting.” Jin mendekat sambil membawa sebotol air mineral yang baru dibelinya. “Minumlah, kau pasti lelah.” tawarnya pada Taehyung.

“Yaak Jimin! kau mengabiskan colaku lagi, huh?!” Hoseok membalikkan kaleng colanya yang isinya memang sudah kosong. “Mulai besok aku akan berhenti mentraktirmu!”

Jimin yang mengakui dirinya sebagai pelaku itu segera merangkul pundak Hoseok dan sesekali mencolek dagunya. “Ayolah, jangan seperti ini padaku. Bukankah kita harus berbagi?” ujar Jimin enteng tanpa merasa bersalah. Ia justru tertawa dan memilih menggodanya.

“Kurang berbagi apa aku padamu, huh?”

Jin menghela nafas. Pemandangan seperti itu bukanlah tak lazim lagi baginya. Beginilah Hoseok dan Jimin jika sedang bersama. Ada saja akan diperdebatkan bahkan untuk masalah yang tak penting. Tapi siapapun tak perlu khawatir karena cekcok mereka tak akan bertahan lama karena akan berakhir dengan gelak tawa.

“Maklumi mereka ya.” Jin menyenggol lengan Taehyung di sampingnya. Ia sedikit merasa malu karena teman-temannya itu memberi contoh yang tak baik.

Diam-diam Taehyung tersenyum samar. Ada sengatan kehangatan menelusup dalam benaknya. Ini perasaan yang kali pertama ia rasakan. Yaitu berbaur serta bercanda dengan banyak orang. Ia bahkan sesekali ikut tertawa ketika Jimin dan Hoseok mulai membuka lelucon mereka yang sebenarnya terkesan garing.

Kenapa aku merasa lebih baik sekarang? Apa begini rasanya memiliki banyak teman?

Ah tidak! Taehyung tak boleh berfikir demikian. Bukankah ia sudah menangguhkan hatinya untuk tak ikut larut dalam kesenangan di bumi? bagaimanapun ia pasti akan kembali ke alam dimana ia berasal. Taehyung tak boleh terlibat dengan banyak manusia selain Naera. Ya benar! Ia tak boleh memiliki hubungan khusus dengan manusia apabila tak ingin masuk kedalam jerat yang ia takutkan.

.

“Eh Jungkook, yeojachingumu tuh!”

Jungkook yang tengah asik bermain psp segera menoleh dan didapatinya Yoonmi tengah membawa dua kantong kresek penuh beserta isinya.

“Nuna?”

“Ternyata kalian disini. Aku pikir kalian masih di lapangan basket.” Yoonmi mendengus seraya menyerahkan keresek itu kepadanya. Namun dengan gerakan cepat, Hoseok mengambil alih.

“Kau tau saja jika kita lapar!” bukan Hoseok namanya jika matanya tak berubah hijau barang melihat makanan sedikitpun.

Bukankah kau hafal betul dimana lagi kita berkumpul selain di lapangan basket, pastinya di markas ini.” ujar Jimin sambil mengunyah snack yang bungkusnya sudah dibuka Hoseok. Markas yang dimaksudkan adalah sebuah ruangan kosong yang terletak dibelakang aula sekolah. Ruangan yang selalu menjadi tempat berkumpul mereka saat berada disekolah bahkan ketika membolos di jam pelajaran yang mereka hindari.

“Mianhae karena aku tak menghubungimu jika kami berada disini sekarang.” Jungkook merasa bersalah karena ia mengingkari janji yang ia buat sebelumnya dengan gadisnya ini. Tadi itu Yoonmi mengikuti kelas remedial untuk nilai fisikanya yang buruk. Kebetulan Jungkook yang juga sedang ada seleksi sepulang sekolah, berjanji padanya untuk menunggu di lapangan basket.

“Ah, gwaenchana kookie-ah.” Yoonmi tersenyum semanis mungkin. Tetapi mata bulatnya malah kesana kemari mencari seseorang yang sepertinya sedang absen dalam perkumpulan ini. Semburat kecewa terlihat jelas di wajahnya.

“Nuna, Apa yang kau―?”

“Jin oppa mana?” potongnya cepat. Itu sesuai dengan pertanyaan Jungkook yang sempat tertunda. Melihat Yoonmi seperti ini, Jungkook terlihat masam.

“Tadi dia pulang duluan sama Taehyung.” jawab Hoseok.

Ada jeda beberapa saat. Menandakan Yoonmi sedang berfikir juga mengingat-ingat.

“Taehyung? Siapa dia?”

 

“Butuh bantuan?”

Daehyun terjingkat ketika merasakan tiba-tiba perutnya di peluk dari belakang oleh seseorang. Siapa lagi kalau bukan Naera?

Ia tersenyum, membuat wajahnya berlipat-lipat lebih tampan. “Kau ini. bagaimana jika tadi aku kaget dan reflex mengangkat teplon ini hingga mengenai wajah, hm?” dicubitnya pipi Naera dengan gemas. “Sudah sana. Jangan mengganggu jika kau ingin cepat makan.”

“Hiperbola sekali. Itu tak akan terjadi Ayah. Kalaupun terjadi aku yang akan bertanggung jawab.” Naera bersikukuh, “Tidak mau. Aku ingin membantumu.”

Semenjak Daehyun kembali dari Jepang, ia tak ada habisnya menggoda orang yang sangat di sayanginya itu. Ia sangat rindu. Kerena selama keterpurukannya, Daehyun tak ada disisinya. Walaupun di luar gadis itu dinilai dingin dan angkuh, tapi jika sudah bersama Daehyun maka sikap manjanya akan segera keluar tanpa sungkan. Gadis ini sebenarnya memiliki rasa penyanyang yang besar. Hanya saja─

“Lalu jika wajah ayah jadi jelek?” tanyanya sembari membalik omellete menggunakan spatula.

“Tak akan. Kupastikan itu.”

mata Naera beralih memandangi wajah Daehyun dengan intenst. “Kenapa aku selalu merasa kurang nyaman jika memanggilmu dengan sebutan ayah? Kau terlalu muda dan tampan untuk dipanggil begitu─ aw!” Naera memekik ketika merasakan jarinya terkena cipratan minyak panas.

“Ini akibatnya jika kau tak mengindahkan ucapanku.” Daehyun segera mematikan kompor lalu menggiring Naera ke ruang keluarga. Ia juga menyempatkan diri untuk mengambil kotak P3K.

 

“Bagaimana, sudah lebih baik?”

Naera menyentuh jari telunjuknya yang sudah terbalut oleh plester. Ia tak menjawab pertanyaan Daehyun.

“kenapa malah diam?”

“Jawab dulu pertanyaanku.”

“Yang mana?”

“Yang aku merasa tak nyaman untuk memanggilmu ayah. Kau terlalu muda. Aku merasakan betul tiap perubahan dalam pertumbuhanku. Dari aku merangkak, belajar berjalan, pubertas, dan sekarang tumbuh sebesar ini. Wajah chubbyku ketika kecil juga sekarang sudah berubah seperti gadis remaja kebanyakan. Tetapi kenapa ―” Naera menghentikan rancauannya sejenak. Nada suaranya pun berubah serius.

“Ayah tetap terlihat sama saat pertama kali mengadopsiku.”

Mendengar itu, air muka Daehyun tak berubah. Ia tetap menatap Naera dengan ketenangan. “Sayang, Itu bukanlah pertanyaan―”

“Jangan mengalihkan pembicaraan, Ayah.” Mata Naera pun turun melihat jemari Daehyun yang menggenggam tangannya. Entah ia salah lihat atau apa, tapi sesuatu yang baru tertangkap dalam penglihatannya membuat ia kembali bergumam. “Sejak kapan ayah punya tattoo?”

Kali ini Daehyun terkesiap dan dengan cepat menarik tangannya dari Naera. “A-apa?” terlambat. Sia-sia saja apabila ia berniat menyangkal. Naera sudah telanjur melihat tattoo yang berada di balik pergelangan tangan kanannya.

“L? apa itu tattoo permanen? Tapi kenapa warnanya samar begitu?”

Daehyun mengibaskan tangannya. “Ah ini. tattoo ini gak permanen kok. Teman ayah yang baru membuka usaha tattoo, katanya ingin membuat percobaan di tangan ayah.”

“Tapi kenapa harus huruf L?” Tanya Naera lagi. Entah kenapa ia merasa Ayahnya ini menyembunyikan sesuatu darinya. Padahal kata-kata yang meluncur dari bibir Daehyun lancar saja tanpa tersendat. Ada yang dirasa tak masuk akal baginya.

“Oh ya, bukannya tadi kau bilang lapar? Astaga kita terlalu banyak mengobrol sampai-sampai lupa. Ayo sekarang ke ruang makan. Kebetulan tadi omellete yang kau minta sudah matang.” Daehyun bangkit perlahan dan menuju arah dapur. Meskipun detak jantungnya menggebu, ia berusaha agar tetap terlihat wajar di hadapan Naera agar gadis itu tak semakin menaruh prasangka terhadapnya. Setidaknya ia bernafas lega karena Naera tak berupaya menahannya.

Akan tetapi, dugaannya meleset. Karena diamnya Naera sekarang, bukan berarti menandakan bahwa ia tak sedang memikirkan sesuatu.

 

“Lebih baik kau pakai buku ini saja untuk pembahasan materi kalian. Walaupun terlihat simple, tapi ulasannya sangat lengkap dan mudah dimengerti.” Saran Jin yang membolak-balikkan buku dalam genggamannya di samping Taehyung. Keduanya kini masih menggunakan seragam sekolah mereka.

“Bagaimana kau yakin?” ia meragukan.

“Tentu saja. Dulu aku juga menggunakan buku ini ketika mendapat tugas seperti kalian.”

Taehyung hanya ber-oh ria. Untuk sekarang ia sepertinya tak bisa lagi meragukan Jin. Setelah menjelajahi ruangan belajar milik Jin, ia benar-benar merubah pola pandangnya terhadap laki-laki itu. Menurutnya, ruangan ini lebih pantas disebut toko buku ketimbang ruang belajar. Karena disini sangat luas dan terdapat banyak rak serta buku-buku pengetahuan yang tak terhitung jumlahnya. Apa Jin sudah membaca semua buku itu?

“Kenapa kau suka sekali membaca?” Tanya Taehyung tiba-tiba. Pertanyaan yang memang sejak tadi ingin ia tanyakan. Menurutnya masih aneh untuk ukuran laki-laki yang terbilang keren seperti Seok Jin ternyata adalah seorang kutu buku. Dia bahkan tak sampai berkacamata.

“Aku sendiri juga tak tahu. Yang jelas setelah membaca, perasaanku akan jadi lebih baik.”

“Apa semua orang pintar juga begitu?” Taehyung terkekeh sakartis. Ia sendiri tak begitu suka buku. Di kehidupan alamnya, ia juga pernah mendapatkan pengalaman yang menuntunnya agar terus membaca buku. Bedanya, disana buku-buku hanya membahas tentang golongan iblis, sejarah, mantra, atau tentang kelemahan manusia. Karena disana, kebanyakan dari kawanannya adalah mata-mata bumi. Hah, ia juga binggung kenapa makhluk disana harus ingin terlibat dengan bumi kembali? jelas-jelas mereka sudah dibuang dari sini.

“Mungkin saja.” Jawab Jin sekenanya. Kini langkah mereka sudah sampai di meja belajar mewah milik Jin. Ia mempersilahkan Taehyung untuk duduk di samping sofanya. Meja belajar dengan sofa? Apa itu terdengar berlebihan? Tapi memang seperti inilah gaya hidup Kim Seok Jin.

“Ngomong-ngomong kenapa kau baik padaku? Bukankah kita baru kenal.” Taehyung membuka pembicarannya kembali.

“Itu kulakukan karena kau adalah teman Naera.” Mendengar itu Taehyung mengerutkan dahi dengan tatapan kurang suka. Jin yang paham atas perubahan raut Taehyung tersebut malah tertawa. Sedangkan Taehyung semakin dongkol. Ia sedang tak berniat bercanda sekarang.

“Itu tidak benar. Aku hanya bercanda kok.” Nada suaranya kembali serius, “Kita memang baru mengenal satu sama lain, tapi anehnya aku langsung salut padamu. Menurutku kau sangat misterius.”

Taehyung memilih tak menjawab. Apakah alasan Jin pantas untuk diterimanya? Ia terdiam kala perhatiannya direbut oleh sebuah bingkai foto dengan ukuran 5R terpampang di meja tersebut.

“Ini….” Gumam Taehyung seraya menggambil benda itu untuk ia amati lebih jelas. Terlihat disana sebuah selca yang menampilkan sosok Jin tengah merangkul pundak lelaki yang tak asing baginya.

“Itu Yoongi… aku yakin kau pasti sudah tahu siapa dia.”

Raut Jin sedang terlihat mengingat sebuah kenangan pahit. Jin benar, ia tahu siapa laki-laki itu.

“Tak ada penjuru Younghae High School yang tak mengenal Min Yoongi. Orang yang sangat berarti bagi kami juga Naera sendiri.” lanjutnya lagi. Taehyung lagi-lagi memilih diam seribu bahasa. Sepertinya kali ini ia akan menjadi pendengar cerita orang lagi.

“Kau pasti sudah tahu kan isu kematian Yoongi adalah akibat Naera? Aku binggung kenapa aku tak bisa menerima kenyataan itu padahal jelas-jelas aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Yoongi adalah sahabat terbaikku. Dan Naera…..” Taehyung semakin menajamkan pendengarannya. Ia mulai terbawa oleh rancauan Jin. “Orang yang kusukai”

“Uhuk!” Taehyung reflex terbatuk. “Kau… menyukai Naera? S-sejak kapan?” ia mengernyit. Lebih tepatnya tak menyangka. Sungguh.

“Sangat lama. Jauh sebelum Yoongi mengenal Naera. Sebelumnya Kami adalah satu klub ekstra fisika saat ia masih kelas X. Kami mulai saling mengenal satu sama lain dalam ikatan senior dan junior di klub itu. Aku sering membimbingnya hingga perasaan lain muncul begitu saja.” ia tersenyum ketika mengingat kenangan indah dimana dirinya mulai jatuh cinta dan memberikan hatinya untuk gadis itu.

“Tapi aku ini seorang pengecut. Aku lebih memilih memendam perasaan sampai aku siap menyatakannya pada Naera. Aku benar-benar sudah menyiapkan diriku sebaik mungkin.” Jin membasahi bibi bawahnya sejenak, “ Tetapi, sebuah pertemuan lain yang sebelumnya tak pernah kubayangkan terjadi. Yaitu dimana Yoongi mengenal Naera. Pertemuan awal mereka memang tak mengenakkan. Namun diluar dugaanku, mereka malah saling menjalin hubungan. Aku bisa apa? yang ku lakukan hanya berusaha merelakan hubungan mereka dan ikut mendukung.” Jin menggeleng kepalanya dengan senyum pahit. Sedangkan Taehyung tak tahu harus berkata apa, yang jelas Jin terlihat menyedihkan. Apa begitu rasanya patah hati? Taehyung tak berani memposisikan dirinnya jika menjadi Jin.

“Aku dengar dari Naera, sebelum Yoongi terbunuh. Ia melakukan hal yang membuatnya cemburu dan tak terkendali. Apa itu benar?”

Jin menggangguk. “Inilah juga yang menjadi pertanyaanku. Seminggu sebelum insiden itu, Yoongi datang kerumahku dengan keadaan buruk. Saat itu aku pikir jika ia stress karena masalah keluarganya.”

“Keluarga? Bukankah Yoongi sudah tak punya… siapapun?”

“Mungkin anggapan itu tak sepenuhnya salah. Karena semenjak di SMA, Yoongi tak penah lagi mengakui keluarganya….”

*Flashback*

Jin’s POV

“Yoongi?” aku baru saja membukakan pintu dan melihat Yoongi dengan keadaan tak baik. Rambutnya acak-acakkan dengan bau alcohol yang menyengat. Dia pasti mabuk lagi. Tepat saat aku mengucapkan kalimat itu, ia kehilangan keseimbangan hingga membuatku harus memapah tubuhnya dan segera ku dudukkan ia di atas sofa.

“Kau merindukan ibumu?”

Yoongi menggeleng.

“Ibumu menyuruhmu kembali kerumah?”

Yoongi terus menggeleng.

Itu membuatku heran. Lalu ada masalah apa? Setahuku, Ia akan kemari apabila ia sudah tak dapat membendung masalahnya lagi. Kami sudah bersahabat sepuluh tahun lamanya. Dan masalah yang selalu ia ceritakan padaku hanya tentang pertikaian kedua orang tuanya. Tak ada bisa memahaminya selain diriku.

Yoongi memang di lahirkan di lingkungan konglomerat, tapi itu tak menjamin kebahagiaan selama hidupnya. Kelahirannya saja sungguh tak diharapkan. Ayahnya pengusaha sukses super sibuk yang susah sekali meluangkan waktu di rumah. Hal itu menyebabkan istrinya yang kurang mendapat perhatian, jadi terjun ke dalam kekelaman. Yaitu perselingkuhan.

Ironisnya, Yoongi terlahir dengan darah daging sang selingkuhan tersebut. Itu sebabnya ia tak diharapkan. Ayahnya yang tahu hal itu tak langsung menggugat cerai dan lebih memilih menyiksa sang istri sepanjang hidupnya. Memukulnya, membanting keramik hingga pecah, menjambak, semua pemandangan itu Yoongi saksikan hingga ia trauma. Ibunya bahkan sampai gila.

Di usia menginjak 17 tahun, Yoongi memutuskan pergi dari rumah dan tinggal di apartemen yang sudah ia beli jauh-jauh hari. Ia tidak pergi dengan tangan kosong karena seperempat harta ayahnya sudah masuk dalam rekeningnya. Itu sebabnya ia bisa bertahan hidup sampai sejauh ini. Ayahnya tak mempermasalahkan asalkan Yoongi lenyap dari hadapannya. Bukankah dunia terkadang terasa tak adil? Itu sebabnya aku sangat menyayangi Yoongi seperti saudara kandungku sendiri. DIa adalah orang termalang yang pernah kukenal.

“Ibu… bunuh diri…”

Gumaman Yoongi tersebut langsung menyentakku dari lamunan. Mataku membulat.

“Harusnya dulu aku tak meninggalkan ibu sendiri. Harusnya… aku membawa ibu bersamaku.” Suaranya terdengar parau. Ia sama sekali tak mengeluarkan air mata. Melainkan, tatapannya benar-benar kosong dan menyedihkan. Saat itu pula darahku berdesir. Aku masih tak bisa membuka mulutku.

“Apa yang bisa kulakukan? Aku benar-benar anak yang tak berguna. Kenapa bukan aku saja yang mati?!” Yoongi mencengkram bahuku kuat. Melihat ini, entah kenapa malah aku yang ingin menangis. Andai Yoongi tahu, betapa merasa dosanya aku karena tak berguna sebagai sahabatmya. Aku bahkan tak bisa melakukan apa-apa dalam penderitaannya kali ini.

“Dan apa kau tahu? Sekarang nyawa Naera yang terancam….”

Naera? Kenapa Naera ikut disangkut pautkan? Perasaanku mendadak tak enak.

“Apa maksudmu Yoongi―”

“Aku tak ingin kelihangan orang yang ku sayang untuk kedua kalinya. Kali ini aku akan berkorban untuknya. Lagi pula, untuk apa aku hidup? Kehadiranku hanya membawa dampak buruk bagi siapapun.”

Ternyata dugaanku benar. Ada yang tak beres disini. Ucapannya terdengar seolah ia akan mati dalam waktu dekat. “Apa maksudmu?! Apa kau mau bunuh diri? Kau jangan berfikir pendek Yoongi! Dan kenapa kau membawa nama Naera?”

Yoongi tak menjawab. Dan itu membuatku berkecamuk. Belum usai aku memikirkan bagimana nasib ibunya, lalu sekarang Yoongi sudah membahas Naera? Oh Tuhan, aku benar-benar binggung sekarang.

“Jin-ah….kau adalah orang yang paling kupercaya. Bisakah―kau menjaga Naera ketika aku pergi?”

*Flashback & Jin’s POV end*

“Setelah mengatakan itu, Yoongi tak berkata apa-apa lagi. Dia bilang, saat itu ia sangat lelah dan ingin menginap dirumahku. Dia membiarkanku bergelut dengan kebingunanku sendirian.”

“Tunggu dulu. Apa kau bilang dia sedang berkorban, Karena seseorang?”

Jin menggangkuk. “Kepalsuan hubungan Yoongi dengan Jiyeon, ternyata menariknya dalam kematian. Aku yakin Yoongi melakukannya karena terpaksa. Tak mungkin kan ia sengaja menyakiti Naera padahal ia sangat menyayanginya. Yang tak kupercaya adalah…. Bagaimana bisa Naera sampai membunuh Yoongi dengan cara seaneh itu? Apa dia bukan manusia biasa?”

“…….”

“Aku merasa ini ada kaitannya dengan seseorang yang di maksud Yoongi. Menurutku orang itu telah mengancamnya untuk melakukan sesuatu agar Naera lepas kendali..” Jin nampak sedang berfikir.

Pandangan Taehyung melebar. Penjelasan Jin semakim menguatkan kecurigaannya pada seseorang. Ya, seseorang yang sebelumnya ia anggap adalah dalang di balik semua ini.

“Itu sebabnya aku tak bisa membenci Naera. Walaupun dimata orang lain dia adalah monster, tapi untukku dia tetap gadis yang kusukai. Sesuai pesan Yoongi padaku….. aku akan menjaganya.”

Taehyung memejamkan matanya sejenak. Entah kenapa mendengar kalimat terakhir Jin membuat dadanya sesak. Namun saat pikirannya kembali mengarah pada ‘seseorang’ yang sempat dibahas, membuatnya harus mengurungkan niat atas perasaannya yang mendadak sesak tersebut.

Sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan itu V! Ada tugas baru untukmu!―Batin Taehyung.

Dalam sekali hentakan, Taehyung segera bangkit. “Aku harus pergi.”

Tanpa ijin Jin, Taehyung memutuskan untuk berlari ke arah pintu. Jin yang melihat itu tiba-tiba hanya terheran, “Hey, Kau mau kem― Yak, Kau melupakan bukunya!” sebelum berniat mengejar Taehyung, ia sempatkan diri untuk meraih buku yang ditinggalkan lelaki itu di mejanya.

Ada apa denganya?

Baru saja Jin berbalik, tetapi Taehyung sudah hilang.

“kemana dia?” Jin setengah berlari untuk mencapai pintu ruangannya dan berfikir Taehyung sudah keluar dari sana. Padahal jelas-jelas ia tak mendengar suara pintu terbuka maupun tertutup.

Dan ketika jemarinya berhasil menarik kenop pintu dengan cepat , sudah tak ada siapa-siapa.

Taehyung tak ada disana.

Jin hanya mampu mematung ditempat seraya memperhatikan sekitar yang ternyata ini adalah pintu untuk menuju balkon depan ruangannya. Tanpa sadar, perlahan tangannya terangkat untuk menyentuh tengkuknya. Hawa sekitar mendadak dingin.

“D-dia… pergi lewat mana?”

 

 

Sebuah kursi kerja tengah berputar-putar. Hanya sekedar ke arah kiri dan kanan hingga terbentuk pola seperti setengah lingkaran. Seseorang duduk diatasnya dengan punggung bersandar. Tangannya tak tinggal diam karena ia gunakan untuk mengusap-usap batu permata bewarna Jingga. Manik mata tajamnya, tak henti menyusuri permukaan dasar benda mengkilat itu.

“Bagaimana kabarmu, hyung?”

Gerakan Daehyun mengelus batu permatanya tehenti begitu saja. Penerangan yang terarah padanya seketika meredup tanda ada yang menghalangi. Alisnya pun tertaut dan segera mendongkakkan kepala untuk memastikan. Tepat saat bola matanya menangkap sosok tegap tengah berdiri di depan meja kerja, rahangnya turun seketika. Saking terkejut atas apa yang telah dilihat ini, tanpa sadar batu permata dalam genggamannya terlepas dan jatuh.

“V?!” Daehyun nyaris berteriak.

“Kau terkejut?”

SREEETTT

“B-bagaimana kau bisa ada disini?!” Daehyun memekik keras ketika merasakan V mencengkram kerah bajunya.

.

.

Naera baru saja berlalu melewati ruang kerja ayahnya untuk menuju kamar. Begitu terpaut beberapa meter dari tempat itu, tiba-tiba ia malah menghentikan langkah. Tanpa sengaja, indra pendengarannya menangkap sebuah teriakan dari dalam sana.

Berbekal rasa penasaran, dengan berani ia menempelkan telinganya pada permukaan pintu tersebut. Ternyata melalui ganjalan itu, yang terdengar hanyalah lantunan lembut musik jazz. “Ayah?” panggil Naera memastikan.

“Ayah? Kau didalam?” Volume suaranya naik. Digedor-gedornya pintu itu sedikit lebih keras.

Tak ada jawaban.

Karena semakin penasaran dan merasa ada yang tak beres, jemarinya mencoba meraih kenop pintu hingga terbuka, menampilkan ruangan itu dalam keadaan gelap sekarang.

“Apa ayah tertidur disini?”gumamnya lirih sambil meraba tembok untuk mencari tombol saklar.

KLIK

Saat lampu berhasil menyala, dugaan Naera kelihatannya salah. Ia tak menemukan siapapun dalam ruangan rapi ini. Yang dilihatnya pertama kali, hanyalah kursi milik sang ayah yang bergerak dengan gerakan lamban, itu artinya seseorang baru saja duduk disana. Gadis itu menarik sebuah kesimpulan.

“Ayah… apa kau sedang ingin mengerjaiku, eoh?”

.

.

Baru saja Daehyun hendak memprotes tindakan V yang kurang ajar menurutnya, matanya malah kembali terbebalak ketika memperhatikan sekitar. Kini terasa hempasan angin keras menerpa tubuhnya hingga menggigil. Ia tak lagi berada dalam ruang kerjanya, melainkan alam bebas dengan banyak tebing tinggi disekitar. Apa V barusan membawanya pergi menggunakan teleportnya?

“Katakan apa tujuanmu melakukan ini pada Naera?!” serangnya langsung tanpa melepaskan kerah Daehyun.

“N-naera? Bagaimana kau… bisa mengenalnya?”

.

.

Naera semakin mendekati meja. Benar saja, Daehyun memang tak ada disana sekalipun matanya sudah menyapu setiap sudut ruangan. “Ah, apa tadi aku salah dengar?” ia meyakinkan dirinya sendiri. Mungkin saja kan ayahnya itu sudah beristirahat dikamarnya. Seingat Naera, ketika di ruang makan ayahnya mengeluh jika kepalanya mendadak pusing.

“Astaga, apa ayah juga lupa mematikan ini..” Naera bergerak untuk mematikan gramofon yang sedari tadi melantunkan musik teratur.

Naera sudah memutuskan untuk pergi. Tetapi ia tak kunjung melangkah ketika kakinya tak sengaja menginjak sesuatu. Merasa ada yang aneh dengan ganjalan di telapaknya, ia pun berjongkok dan menemukan sebuah benda bulat mengkilat seperti batu marmer.

“Apa ini?”

.

.

“Kenapa kau hanya diam, Hyung? Apa ini sebuah kebetulan kau menjadikan Naera sebagai putrimu?”

“A-apa maksudmu?!” Daehyun masih berusaha melepaskan cengkraman V yang kuat.

“Kau tidak bisa membohongiku! Apa ini ada kaitannya dengan ramalan yang pernah dikatakan Ayah?”

Mendengar kalimat terahkir V, Daehyun mengeluarkan seringaiannya. “Jadi kau sudah tahu?”

Perlahan V mengendurkan cengkramannya. Ia menatap tak percaya kearah kakaknya itu. “Jadi…..”

“Kau benar. Naera adalah gadis dalam ramalan itu. Dan sebelum dia memusnahkanku….” Daehyun mendekatkan bibirnya di telinga V, “Aku harus lebih dulu menghancurkannya secara perlahan…”

Bisikan itu seketika langsung membuat jantung V berdetak hebat. Sekarang ia tahu kenapa Ayahnya memberikan tugas kepadanya agar menjaga Naera. Jadi karena ini? ramalan lampau itu rupanya benar-benar terjadi sekarang.

“Kenapa kau diam? Apa kau takut? Apakah kau menyukai gadis itu, huh?” Daehyun tertawa liar hingga ia kembali berkata, “Kau tak akan bisa melakukan apa-apa, V.” Mata Daehyun berkilat tajam. Ia sedang tak main-main dengan apa yang baru dikatakannya. Karena maksud kalimat itu, adalah sebuah peringatan.

Keduanya hening sejenak dengan tatapan menusuk satu sama lain. Hingga batin Daehyun merasakan seseorang telah menyentuh batu permata miliknya di lain tempat. Astaga, Daehyun sendiri baru ingat jika benda itu tak lagi dalam genggamannya. Ia harus cepat pergi sebelum benda itu pindah tangan pada orang yang salah.

“Maafkan aku, sepetinya kita bisa bertemu di lain waktu.”

Dalam waktu satu detik, Daehyun sudah menghilang bersaman dengan deburan debu yang terhempas disekitar. Bahkan lelaki itu sempat menampilkan ekspresi kepuasan di hadapan V. Meninggalkan adiknya yang tertegun tanpa melakukan apapun.

“Lihat saja. Aku tak akan membiarkanmu.”

.

.

Naera akhirnya berhasil meraih batu itu. Diperhatikannya dengan seksama dan sesekali ia usap. “Apa ini milik Ayah? Kenapa dia menyimpan benda seperti ini?

Graak

Naera reflex menoleh dan dilihatnya pintu tertutup sendiri dengan dentuman keras. “Nu-gu? Apa itu kau ayah?”

Lagi-lagi tak ada sahutan. Berbekal rasa takut yang mulai menjalar, Naera perlahan berdiri. Baru saja hendak memulai langkah pertama, dirinya sudah dikejutkan dengan sosok tinggi besorot mata merah menyala. Meskipun dadanya terasa mencelos saat ini juga, ia tak juga kunjung berteriak. Lidahnya kelu dan kakinya melemas.

“Apa yang kau lakukan….Honey?” sosok itu menyeringai lebar.
-TBC-

 

 

Haah, cerita yang panjang dan pasti membingungkan yah? Hehe

Ngomong-ngomong ada yang penasaran gak sama tujuan Daehyun di balik semua ini?
untuk yang binggung sama masalah ‘ramalan’ dan juga kaitannya si Daehyun sama Naera dari awal itu apa, tenang aja karena bakal aku kupas dan jabarkan di part 5nya *dikira buah apa pke acara kupas/abaikan*

So, what do you think about this part? Maaf ya kalo ceritanya makin aneh gini-____- harapanku sih semoga kalian gak kecewa sama cerita gaje ini hehe

Maaf kalo aku ngepostnya juga telat hehe. Aku usahain part 5nya gak telat. Dan makasih banget atas komentar kalian sebelumnya yang membangkitkan semangat author buat ngelanjutin ff ini , makasih udah mau ngikutin ff absurd nan memusingkan ini~ ^^

Karena aku juga bergantung sama saran dan komentar kalian, So, apakah berkenan membagi komentar kembali? 🙂

About fanfictionside

just me

45 thoughts on “FF/ THE PART OF SIXTH SENSE/ BTS-bangtan/ pt. 4

  1. Wah kayaknya part selanjutnya bakal banyak ada flashbacknya nihh u.u
    Oya kak kalo bahasanya EYD dan baku, ya EYD sama bakunya yg kompak yah. Kayak tadi pas aku baca aku ketemu tuh beberapa kata yg gak baku misalnya kayak ‘nyegat’ , ‘gak’, ‘nyari’, dll. Soalnya kalo dibaca berbarengan sm kata2 yg baku itu kedengerannya aneh banget.
    Besok-besok diperbaiki ya

    • Iyanih, adegan flashback bakal trus ada ampe chap.6 *maybe*
      Kkkk iyanih aku krg merhatiin*-* abis ini bakal lbh teliti hihi
      sipp nanti aku perbaikin lagi.. thankss yaa 😀

  2. Aku penasaran sama ramalan itu, ramalan apa sih tu thor, kok daehyun jahat banget mau ngehancurin naera, ngehancurinnya lewat hati lagi, kan naera udah nganggep daehyun ayah sendiri.
    Untuk next jangan lama lama ya thor, berhubung ceritanya panjang dan persoalannya rumit, takutnya nanti lupa sama konflik yang chapter sebelumnya. Oke.. tetep semangat thor next partnya 🙂 😀

    • Dia gak kasian ama naera, sakit loh kalo jadi naera hiks /plototin daehyun/
      Sipp diusahakan ini aku selesein chap5 secepatnya 🙂 hihi
      Thanks ya komentarnyaa^^

  3. penasaran sm ramalannya thor.entah kenapa suka kalo naera deket sama daehyun.tapi kenapa dhyn jahat hafhaf.
    next ya thor.jan lama lama oke<3 semangat thor

    • Nantikan aja ya pemaparan ramalannya hehe
      Iya, padahal naera udh syg bgt sama daehyun u.u
      Siaap diusahakan yaa, makasih komentarnyaa:)

  4. Tmbh seru nih ceruta huaaa ska” ternyata sii daehyun jahat T_T
    ramalan?? Ramalan apa aduh penasaran thor lanjutan nya jgn lama” yah d tunggu:D fighting

    • Nantikan aja ne.. bakal di paparin kok apa ramalannya itu hehee
      Daehyunnya kejam bingitt u.u sakit loh jd naera *ikutan ngenes* /abaikan
      Wah, btw thanks bgt udh suka 😀 sipp, aku usahakan lanjutnya cepett^^

  5. yang aku tangkep dr part ini jin ouh,, dia itu baik banget disini sopan pula dan daehyun AKK- ramalan apa sih?? mangga di lanjut thor! haha

    • Iyaa jinnya itu kelewat baik.. ke siapa aja gapilih-pilih/?
      Temukan jawabannya di prt 5 ya kkk *dikata soal?/abaikan
      Makasih ya komenyarnya 🙂

  6. uwaaaah daebak thor, aku suka jalan cerita kayak gini walaupun kadang gak nyambung dikit wkkwkw.
    itu dia permasalahannya, aku sdh nebak kalo daehyun di balik masalah ini. tp dia mau ngapain ya thor~? next chapter ya~ ^^

    • Iyanih alurnya ada yg maksa >< kkk
      Btw makasih bgt loh udh ngikutin trus ff ini 🙂
      Daehyun mungkin bakal lbh banyak dibahas di part selanjutbya chingu
      Siapp ditunggu yaa ^^

  7. Waahh!! Makin kesini makin bikin penasaran aja nih, Thor?!
    Akhirnya misteri bakal segera terkuak . *.*
    Ditunggu next chap’nya.! ^

    Keep writing, Thor!
    ~Ppyong

  8. Haaahh….aku ketinggalan :3 ffnya tambaahh seruu!! Bkin penasarannn XD yg matanya mrah waktu terakhir/? Itu daehyun ya? Tidakk didugaa…knp dia mo ngancurin naera thor? Okee…chpter 5nya ditunggu yaa!! 😀 FIGHTINGG!! 🙂

    • Iyaa chingu, di part 5 nanti mungkin si daehyun yang paling dibahas
      Siaaap, btw makasih ya udh trus ngikutin ff ini 🙂

    • Makasih chingu^^ siaap .. masih dalam proses:)
      Kkk itu adalah typo xD *penyakit akut saya* iya seharusnya ‘binggung’^^

  9. siapa itu yg manggil naera honey??
    sebenernya isi ramalan itu apa c??
    ya ampun aq bnr2 pnasaran bgt nih…
    part 5 musti banyak penjelasan nih…
    ok thor fix keren chapt ini makin seru… 🙂 🙂 🙂

  10. Mian thor baru coment di part ini sebenernya aku reader lama tpi baru bikin akun hehe_-,
    pokoknya ff nya makin daebak thor keren next part nya ditunggu fighting

    • Awalnya aku agak panik nih pas km komen gak ngrti sama ceritanya, trus pas km komen di part 3 aku balik lega trnyata km ketinggalan part yg itu kkkeke
      Sip chingu btw makasih ya udh trus ngikutin ff ini^^ nextnya diusahakan cept kelar:)

  11. Wah namjoon mengakuin kehebatan taehyung brarti ya
    Buktinya dia diijinin ikut tim
    Daebak!!
    Ahhh daehyun ternyata jahat, kirain dia baik dan dia mulai nunjukin taringnya kayaknya haduhhh

Leave a reply to Whatsup13 Cancel reply